Ada Bandung Teknopolis, Warga Gedebage Bersiap Alih Profesi

Camat Gedebage, Bambang Sukardi dan unsur kewilayahan Kecamatan Gedebage dalam Bandung Menjawab di Balaikota, Jalan Wastukancana, Kota Bandung, Selasa (16/10/2018). (Foto: Humas Pemkot Bandung)

Bandung – Pengembangan kawasan Bandung Teknopolis di Kecamatan Gedebage memberikan pengaruh terhadap warga sekitar. Mereka harus mampu menyesuaikan perkembangan zaman termasuk jika harus beralih profesi.

Camat Gedebage, Bambang Sukardi menjelaskan, secara makro perekonomian di wilayahnya menggeliat dengan adanya pembangunan di kawasan terpadu itu. Percepatan pembangunan sangat dirasakan termasuk terbukanya lapangan pekerjaan bagi warga setempat.

“Yang merasakan (pembangunan teknopolis) harus orang Gedebage. Makanya kami mengajak masyarakat sekitar untuk mengutamakan pendidikan. Karena pembangunannya akan berlangsung dalam jangka panjang,” ungkapnya dalam Bandung Menjawab di media lounge Balaikota, Jalan Wastukancana, Kota Bandung, Selasa (16/10/2018).

Bambang mengatakan, konsep Bandung Teknopolis yang akan menjadi pusat kegiatan perekonomian, hunian, pengembangan teknologi, hingga direncanakan sebagai pusat pemerintahan, sangat luar biasa. Termasuk adanya rencana pembangunan Masjid Al-Jabbar dan danau retensi.

“Untuk menyongsong pembangunan yang luar biasa itu, kami menyelenggarakan peningkatan capacity building bagi warga Gedebage. Tanggal 26 Oktober akan ada pelatihan pembuatan kue yang difasilitasi Tati Darwis bagi 150 orang warga. Ke depan akan ada juga pelatihan rias pengantin,” terangnya.

Dengan adanya pembangunan Bandung Teknopolis, menurut Ketua Paguyuban Camat tersebut, warga Gedebage harus siap beralih profesi.

“Dulunya sebagai buruh tani alih profesi dengan diberikan berbagai keterampilan. Pelatihan-pelatihan itu ditujukan agar mereka mandiri dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan tidak tergantung kepada pemerintah,” tutur Bambang.

Komitmen Pemerintah Kecamatan Gedebage dalam meningkatkan capacity building warganya bukan isapan jempol semata. Bahkan untuk program OMABA (Ojek Makanan Balita) pun didorong untuk dapat mandiri dan tidak mengandalkan CSR (Corporate Social Responsibility) dan dana pemerintah.

“Sejak digulirkan tahun 2012 lalu, OMABA memperoleh bantuan dana dari CSR, dana pemerintah dan zakat dari segelintir orang. Namun sejak 2017 lalu, kami bisa membiayai sendiri dari penyisihan keuntungan jualan produk-produk kuliner seperti cheese stick dan sejumlah kue kering lain,” ujar kader OMABA, Enok AS.

Warga Gedebage, Desi Yusnita pun membuktikan kalau pelatihan oleh pemerintah sangat membantu dalam meningkatkan ekonomi keluarga. Pengrajin rendang suir ini pernah mengikuti berbagai macam pelatihan dari mulai cara membuat produk, mengembangkan usaha, pengemasan, hingga pembuatan HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual).

“Pemerintah sangat membantu dalam mengembangkan usaha yang telah saya rintis sejak 2016. Perizinan, sertifikasi halal hingga HaKI difasilitasi pemerintah dan itu gratis. Bahkan saya pernah ikut lomba inovasi mewakili Kota Bandung tahun lalu dan juara 3 tingkat provinsi,” tuturnya.***