Maestro Jaipongan, Gugum Gumbira Meninggal Dunia

KILASBANDUNGNEWS.COM – Masyarakat dan juga seniman di Jawa Barat kembali harus kehilangan sosok besar dari seorang legenda dan seniman hebat, pencipta dan juga maestro tari jaipongan, Gugum Gumbira Tirasondjaja dikabarkan meninggal dunia pada Sabtu (4/1/2020) pukul 01.59 WIB.

Meninggalnya Gugum Gumbira, bukan hanya meninggalkan duka mendalam bagi segenap anggota keluarga, namun juga orang-orang yang memiliki ikatan dan kenangan bersama almarhum, baik sejak beliau masih aktif dalam berkegiatan seni, maupun dan aktivitas lainnya.

Hal tersebut tampak dari cukup banyaknya para pelayat yang datang ke rumah duka di Jalan Kopo nomor 17 -19, Kota Bandung, hingga mengantar kepergian almarhum menuju tempat peristirahatan terakhirnya di Kampung Cipadaulun, Desa Wangisagara, Kecamatan Pacet, Majalaya, Kabupaten Bandung.

Termasuk, sejumlah karangan bunga dari berbagai tokoh di dunia seni hiburan, musisi, institusi perguruan tinggi, hingga pemerintahan yang terpajang di depan rumah dari peraih Satya Lencana Kebudayaan Pemerintah Republik Indonesia, berkat karya tari jaipongan ciptaannya.

Salah seorang pelayat yang juga budayawan, aktivis, dan politisi Senior Jawa Barat, Tjetje Hidayat Padmadinata mengatakan, banyak kenangan luar biasa antara dirinya bersama almarhum dan keluarga besar almarhum. Bahkan baginya, Gugum Gumbira bukan hanya sebagai sahabat yang ia kenal secara baik melainkan sudah dianggapnya seperti keluarga dan saudara.

“Saya mengenal betul dua-duanya baik Gugum Gumbira maupun Euis Komariah (istri almarhum), yang keduanya merupakan seniman dan seniwati hebat yang berprestasi dalam dunia seni Sunda, khususnya tari Jaipongan dan tembang Cianjuran. Setiap kali keluarganya menggelar acara, baik itu pernikahan putri – putrinya, saya selalu pasti menyempatkan hadir memenuhi undangan mereka, termasuk saat Euis Komariah meninggal dunia sembilan tahun lalu saya juga hadir,” ujarnya saat ditemui usai melayat di rumah duka. Sabtu (4/1/2020).

Tjetje menuturkan, hingga saat ini belum ada sosok seniman dan seniwati yang mampu mengalahkan kualitas dan kemampuan dari keduanya di bidangnnya masing-masing.

“Saking dekatnya saya dengan mereka, bahkan saya menganggap keduanya adalah adik saya dan mereka pun anggap saya seperti kakaknya. Jadi selain saya mengagumi, tapi saya juga melindungi mereka seandainya ada pihak-pihak yang mengganggu keluarganya, karena background saya sebagai politisi,” ucap mantan anggota MPR/DPR RI era 70an dan 2000an tersebut.

Disinggung terkait sempat adanya pengalaman kerjasama dalam sebuah kegiatan bersama almarhum, Tjetje menegaskan, tidak pernah ada kerjasama apapun, dirinya awal mengenal sosok Gugum Gumbira antara tahun 1971 atau 1976 di era Walikota Bandung, Otje Djundjunan.

Oleh karena itu, menurutnya, seluruh masyarakat Jawa Barat patut mengenang dan menghormati karya dan jasa dari kedua almarhum, yang selama ini telah menciptakan, memperkenalkan bahkan melambungkan prestasi seni tradisional Sunda di tingkat nasional bahkan internasional.

“Kita khususnya generasi muda harus terus melestarikan budaya tradisional khas Sunda yaitu, tari jaipongan dan juga tembang Cianjuran sebagai bentuk rasa mengenang dan menghormati karya dan jasa-jasa kedua almarhum-almarhumah,” katanya.

Sementara itu, salah seorang cucu dari almarhum, Inten mengatakan sang kakek meninggal di RS Santosa Bandung, setelah sebelumnya sempat jatuh dan tidak sadarkan diri pada Selasa (31/1/2020). Sebagai upaya pertolongan pertama, pihak keluarga sebelumnya sempat membawa almarhum ke unit IGD RSHS dan dilakukan CT Scan.

“Tanggal 1 Januari 2020, bapak berencana di bawa pulang karena kondisinya membaik, tapi di tengah perjalanan bapak mengeluh sesak nafas, kemudian diputuskan masuk dan dirawat selama dua hari di Cardio Vascular Care Unit (CVCU), di sana bapak terus menurun kesadarannya,” ujarnya saat ditemui di rumah duka.

Berdasarkan diagnosa tim medis, lanjutnya, almarhum menderita komplikasi jantung, stroke dan infeksi paru-paru.

Inten menuturkan, pada Jumat (3/1/2020), almarhum mulai pindah ke ruang rawat inap dan mulai tidak sadarkan diri, menjelang malam, kondisinya semakin menurun, hingga akhirnya menghembuskan nafas terkahir pada Sabtu (4/1/2020).

“Bapak meninggal Sabtu (4/1/2020) di kamar 875 RS Santosa jam 01.59 WIB,” ucapnya.

Ia menambahkan, kepergian almarhum meninggalkan, empat orang anak dan 10 orang cucu.***