UN Dihapuskan, Siswa Pun Riang

KILASBANDUNGNEWS.COM – Putri Nurhaliza riang dengan rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menghapus Ujian Nasional (UN) per 2021. Siswi Madrasah Aliyah (MA) Negeri 3 Pidie Jaya, Aceh ini menganggap, UN hanya membebani para peserta didik.

“Senang, karena dengan dihapuskannya UN kita dapat fokus kepada pelajaran yang menjadi skill kita,” kata Putri seperti dilansir Okezone, Jumat (13/12/2019).

“Bagi kami siswa, UN menjadi hal yang sangat menakutkan. Kenapa? Karena dalam kurun waktu tiga tahun kami belajar, hanya beberapa hari waktu yang diperlukan untuk mengikuti UN. Hal itu menjadi beban bagi kami,” ujarnya.

Muhammad Naufal, teman sekolah Putri Nurhaliza, berpandangan serupa.

“Lebih bagus sih (UN dihapus-red) karena enggak usah repot-repot ikut ujian banyak gitu. Karena kan enggak efisien ikut ujian banyak gitu. Yang dinamakan ujian itu kan buat penyelesaian akhir gitu loh, ngapain sampai tiga atau empat kali,” tutur Naufal.

Menurut Putri Ayu Lestari, siswi SMA Negeri 9 Cirebon, Jawa Barat, UN selama ini hanya membuat pelajar stres.

“Bikin siswa kepikiran terus juga kadang yang pakai UNBK juga yang dipermasalahkannya gangguan jaringan. Mungkin dengan dihapuskan UN jadi lebih buat ringan pikirin siswa,” kata siswi jurusan IPS itu.

Tapi, Putri Ayu deg-degan menunggu seperti apa format ujian pengganti UN yang akan digodok pemerintah.

“Kan belum tahu nih nanti gimana penggantinya itu, nanti gimana ke depannya. Menurut saya lebih bikin siswa deg-degan dan penggantinya ini lebih terkesan menantang.”

Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim mengatakan, UN tak memberikan manfaat bagi siswa.

“UN ini hanya buang-buang anggaran, tidak mengukur apapun, dan tidak ada tindak lanjutnya dari ukuran-ukuran itu. Jadi, UN ini tidak ada manfaat sama sekali,” kata dia.

“Siswa hanya merasakan tekanan, kemudian hasil UN juga tidak bisa digunakan untuk apapun, tidak ada gunanya,” ujarnya.

UN dinilai hanya mendorong siswa belajar bagaimana bisa lulus ujian. “Bukan bagaimana menjadi lebih baik, memiliki kualitas yang lebih baik, atau memiliki perilaku yang baik, tapi yang penting lulus ujian.”

Tapi, Rumaisa, guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) Negeri 29 Kembang Tanjong, Kabupaten Pidie, Aceh, menilai UN tak perlu dihapus. “UN masih penting untuk melihat standar mutu pendidikan.”

Menurut Rumaisa, dengan adanya UN, siswa terpacu untuk terus belajar agar bisa mendapatkan nilai terbaik. Hanya saja, kata dia, perlu ada penyamarataan mutu pendidikan di semua sekolah.

Sejak dilantik menjadi Mendikbud, Nadiem Makariem merencanakan beberapa gebrakan di bidang pendidikan.

Gebrakan itu di antaranya penyelenggaraan Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN) dilimpahkan ke sekolah mulai 2020 yakni setiap sekolah berwenang menilai siswa lewat metode lebih luwes. Kemudian penyederhanaan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan pemetaan zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Terakhir penghapusan UN yang menuai beragam tanggapan.

“Penyelenggaraan UN tahun 2021 akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter,” kata Nadiem dalam keterangan persnya.

Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan oleh siswa yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11), sehingga dapat mendorong guru dan sekolah memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.

Nadiem mengatakan, penghapusan UN sudah diputuskan secara matang melalui survei dan diskusi. “UN sudah menjadi beban stres, bagi banyak sekali siswa guru dan orangtua karena sebenarnya ini berubah menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu,” ujarnya.

Menurut Nadiem, UN hanya menilai aspek kognitif, belum menyentuh karakter siswa secara lebih holistik.

“Kita mendukung apa yang sudah diputuskan oleh Menteri Pendidikan,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Cikarang, Jawa Barat, Kamis kemarin.

Menurut Jokowi, Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang jadi pengganti UN bisa dijadikan tolok ukur untuk mengevaluasi mutu pendidikan di Indonesia sampai ke level mana.

Sementara itu Ketua Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) Ravik Karsidi mengatakan, penghapusan UN tidak akan berdampak pada siswa yang akan melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri.

“Sistem seleksi penerimaan mahasiswa baru memang terpisah dan tidak akan terpengaruh ada atau tidak adanya UN,” katanya.

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda meminta pemerintah mempertimbangkan matang-matang dan harus menjelaskan detail ke publik terkait penghapusan UN. “Jangan sampai siswa kita menjadi kelinci percobaan lagi,” katanya dalam kerja Komisi X dengan Mendikbud di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

Menurutnya, sebelum mengganti UN dengan Asesmen Kompetensi Minimum, pemerintah harus memastikan kesiapan para guru dan fasilitas penunjung di sekolah-sekolah.

Illiza Sa’aduddin Djamal, anggota Komisi X lainnya meminta Kemendikbud tetap membuat skema yang dapat memacu siswa untuk belajar jika memang UN dihapuskan. “Sistem uji kompetensi bagi siswa harus ada agar mereka terpacu untuk belajar.”***