Pendapatan Menurun, Ratusan Sopir Angkot Protes Bus Sekolah

Protes-Bus-Sekolah
MOGOK NARIK: Sopir angkot melakukan aksi menolak keberadaan Bus Sekolah Gratis, di Balaikota, Jalan Wastukencana, Kamis (2/6). Aksi diakukan oleh lima rute trayek yaitu, Cicadas-Cibiru, Elang-Gedebage, Riung Bandung-Dago, Margahayu Raya-Ledeng dan Gedebage-Stasiun karena pendapatan yang semakin menurun dengan adanya bus gratis tersebut.

prssnibandung.com, SUMUR BANDUNG – Ratusan sopir angkutan kota (angkot) dari berbagai jurusan melakukan aksi unjuk rasa Balaikota Bandung, Jalan Wastukencana, kemarin (2/6). Sebelum menuju bakalikota, mereka melakukan sweeping dan mengajak sopir lainnya untuk ikut berunjuk rasa. Akibatnya, para sopir angkot menurunkan para penumpang di sembarang jalan hingga mmebuat penumpang melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.

Sekitar 30 perwakilan sopir angkot diterima audiensi oleh Dinas Perhubungan Kota Bandung. Permasalahan utama yang mereka keluhkan yakni pendapatan yang terus menurun. Menurut para sopir, ini disebabkan oleh adanya Damri, Trans Metro Bandung, Bus Sekolah dan Bus Karyawan.

Ketua Koperasi Jasa Angkutan Bandung (Kobanter) Deden mengatakan, adanya bus sekolah malah menimbulkan masalah baru. ”Untuk jalur daerah Perempatan Gedebage sampai Bunderan Cibiru itu, sejak ada bus sekolah jalanan malah tambah macet tiap hari, mulai dari pagi, siang sampai sore,” Kata Deden saat audiensi di Gedung Serba Guna Pemerintahan Kota Bandung, kemarin.

Dia berpendapat, bus sekolah untuk tiga koridor yang setiap tahunnya memakan anggaran sekitar Rp 6 miliyar tersebut sangat tidak tepat guna. Menurutnya, hal ini hanya menghambur-hamburkan anggaran pemerintah Kota Bandung saja.

Dia menyarankan, agar anggaran tersebut dihapuskan dan diserahkan kepada Kobanter. Sehingga, bisa dikelola dengan baik. Selain itu, pihaknya mengklaim adanya bus sekolah tidak dapat menjangkau semua lokasi-lokasi sekolah yang ada di Kota Bandung.

”Hanya angkot yang bisa menjangkaunya, jadi untuk apa ada Bus Sekolah tapi tidak dapat menjangkau seluruh sekolah di Kota Bandung,” ucapnya.

Di tempat yang sama, salah satu sopir angkot, Eko, 45, mengatakan, Adanya damri dan TMB mengurangi pendapatannya. ”Demi mendapatkan uang Rp 40 ribu, kami rela untuk narik angkot sampai malam, karema pada jam tersebut tidak ada Damri dan TMB,” ungkapnya.

Dirinya menyatakan kekecewaan kepada Wali Kota Bandung Ridwan Kamil yang tidak hadir menemuinya. Para sopir angkot tersebut kekeuh ke depan, untuk mengatasi masalah ini, ingin langsung berhadapan dengan Ridwan Kamil. ”Kami tetap ingin bertemu dengan Kang Emil untuk menyelesaikan masalah ini,” tegasnya.

Sementara itu, menurut Kabid Angkutan Umum dan TMB Dishub Kota Bandung Yan Heryana, jika tuntutannya hanya pada Bus Sekolah, pihaknya sangat menyayangkannya. ”Bus Sekolah hanya tiga kali melintas, yaitu pada pukul 06.00 WIB, 11.00 WIB, dan 17.00 WIB,” katanya.

Dia menjelaskan, Bus Sekolah juga hanya beroperasi hanya pada Senin-Jumat saja. Bulan hanya itu, Bus Sekolah hanya bisa mengangkut sekitar 130 siswa.  ”Para siswa terlihat senang berada di dalam Bus Sekolah. Bagaimana bisa tidak tepat sasaran?” ujar Yan.

Menurut dia, tujuan pemkot Bandung mengadakan Bus Sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dia menegaskan, bukan untuk hal yang lainnya. Terkait bantuan untuk para sopir angkot, lanjut dia, untuk menerimanya harus berbadan hukum. ”Jadi angkot tersebut harus berbadan hukum jika ingin mendapatkan bantuan,” jelasnya.

Bahkan, ke depan pada pertengah Juni, Dishub Kota Bandung akan me-launching Jumat Angkot. Dia melanjutkan, hal itu sudah dipertimbangkan, tinggal dalam proses pengesahan satu langkah lagi.

”Pak wali juga sedang mempersiapkan itu, kami yang melakukan teknisnya. Tinggal tunggu waktu saja,” ungkapnya.

Di tempat berbeda, salah satu penumpang angkot, Tia, 26, seringkali merasa kecewa saat naik angkot. Menurut dia, sopir angkot seringkali ugal-ugalan dan terkadang menurunkan penumpang seenaknya. ”Kalau penumpang lagi sepi, saya sering diturunkan sembarangan. Dan angkot itu putar arah,” katanya.

Sementara itu, di tempat berbeda, menyikapi bergulirnya penolakan operasional Bus Sekolah gratis oleh para pengusaha dan pengemudi angkutan kota, terutama lima trayek yang melintas di Jalan Soekarno-Hatta, anggota Komisi C DPRD Kota Bandung Folmer Silalahi menyatakan, sulit mengukur kerugian para pelaku penolakan Bus sekolah itu.
Sebab, sebenarnya, Bus Sekolah diatur secara khusus, tidak mengikuti regulasi secara umum. ”Maka, ini yang perlu dikomunikasikan aturan khusus itu, ada atau memang kehadiran Bus Sekolah hanya coba-coba,” ujar politikus PDI Perjuangan tersebut.

Folmer menjelaskan, sepengetahuannya, sifat Bus Sekolah itu,  hanya antar jemput saja. Selebihnya nggak melakukan aktivitas. Jadi keberadaannya, kalaupun mengambil penumpang angkot agak membingungkan. ”Kalau mengambil penumpang angkot yang mana,” serunya.
Persoalan lain, apa benar harus masuk terminal? Saya pikir, kata Folmer, hal itu tidak perlu terjadi. Karena, mobil tidak mengambil penumpang. Menjemput pelajar cukup di selter, itupun tidak berhenti. Setelah aktivitas itu, bus kembali pulang ke pool.
”Fungsi Bus Sekolah sebatas antar jemput. Maka, jangan perlakukan angkutan khusus seperti angkutan umum,” ujarnya.
Poinnya, sambung Folmer, eksistensi Bus Sekolah gratis itu dari sekolah ke sekolah, tinggal pembagian di rayonisasi, itu yang benar.

”Kalau kembali ke pool akan memakan waktu, atau timbulkan kemacetan, usai antar sekolah bisa menunggu di halaman sekolah. Pada jam bubaran sekolah kembali beraktivitas,” kata Folmer.

Kendati demikian, kilah Folmer, manakala sistem rayonisasi sekolah berjalan baik, keberadaan Bus Sekolah dapat dipertanyakan. Sebab, biaya operasional akan tinggi. Kalau demikian, melalui subsidi silang memang yang cocok untuk kota Bandung,  angkot sekolah.
Pendapat sama dilontarkan anggota Komisi D DPRD Kota Bandung Hasan Faozi. Dia setuju angkot yang disubsidi Pemkot daripada memaksakan operasional Bus Sekolah yang belum miliki kajian ilmiah. Bus sekolah itu, bisa jadi percontohan gunakan jadi bus karyawan Pemkot.
”Kepala dinas atau pejabat lain naik bus karyawan, itu sepertinya bisa jadi contoh yang patut ditiru,” ucap Hasan.

Kegaduhan yang terjadi, dalam pandangan Oji –sapaan Hasan Faozi-, akibat dari konsep kebijakan yang selalu asal booming. Sedangkan berhitung resiko ke depan datangnya selalu terlambat.
”Sebaiknya berpijak pada kepentingan masyarakat lebih luas dengan selalu menjaga kondusivitas kota,” kata Oji.
Lain lagi pendapat Ketua Komisi D Achmad Nugraha. Dia menyatakan, Bus Sekolah gratis tidak tepat sasaran, sebab mengangkutnya tidak sampai sekolah.
Selain itu, sejauh ini tidak pernah ada koordinasi yang jelas dalam memferivikasi kendaraan tersebut.
”Kajian bus sekolah itu, harus ada dong, minimal melalui telaahan,” tegas pria yang akrab dipanggil Amet tersebut.
Lebih dari itu, Amet mengesalkan, kehadiran Bus Sekolah tidak pernah melibatkan DPRD.

Menurutnya, bukan bermaksud ingin selalu diajak, tetapi ini menyangkut hajat hidup, minimal diajak untuk progres. ”Jangan seperti ini, tiba-tiba sudah berjalan saja. Sementara, di luar sana ada warga yang menjerit terdampak kebijakan itu. Dan yang katempuhan tetap kita,” tandas Amet.
Atas peristiwa tersebut, Amet menganjurkan, pemkot jangan hanya  melempar keburukan ke dewan, seolah Bus Sekolah disetujui dewan.
”Dewan selalu katempuhan buntut maung. Meski pada dasarnya tidak akan menolak program bus itu baik. Tapi komunikasi lah,” ajak Amet.
Terdampak Bus Sekolah gratis, diceritakan Amet, dari pengalaman pribadinya, saat dia sedang berjalan bareng keluarga dicegat sopir angkot di minta pertanggungjawaban terkait operasional Bus Sekolah gratis.

”Apa hendak dikata, saya jawab seadanya saja. Kejadian itu membuktikan, setiap kebijakan Pemkot, dewan akan terbawa. Untuk itu, duduk bersama adalah salah satu solusi,” pungkas Amet. (edy/fik)