Ilustrasi Inflasi

Bandung (PHH Mustofa) – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk wilayah Jawa Barat pada bulan Maret 2018 mengalami kenaikan menjadi 130,79 dari Februari 2018 sebesar 130,41. Dengan demikian terjadi inflasi di Jabar sebesar 0,29 persen

“Inflasi untuk Jabar naik 0,29 persen. Sedikit lebih tinggi dari catatan nasional yakni 0,20 persen,” ujar Kepala BPS Jabar Dody Herlando, Senin (2/4/2018).

BPS Jawa Barat mencatat laju inflasi tahun kalender Januari hingga Maret 2018 sebesar 1,49 persen. Angka tersebut lebih tinggi dari inflasi di periode yang sama pada tahun 2017 yakni sebesar 1.21 persen. Bahkan lebih tinggi dari inflasi tahun 2015 dan 2016 yang masing-masing sebesar 0,41 persen dan 0,61 persen.

Catatan tersebut, dihimpun berdasarkan indeks gabungan yang meliputi tujuh kota di Jabar yakni Bandung, Cirebon, Sukabumi, Bogor, Bekasi, Depok dan Tasikmalaya.

Dari ketujuh kota tersebut, enam diantaranya mengalami inflasi. Kota Bekasi mengalami inflasi tertinggi sebesar 0,66 persen. Disusul oleh Kota Bandung dan Bogor masing-masing sebesar 0,21 persen dan 0,20 persen. Sebaliknya Cirebon justru mengalami deflasi sebesar 0,29 persen.

“Inflasi relatif kecil tapi patut diwaspadai. Ini menjadi perhatian dari para pengambil kebijakan. Apalagi Jabar memiliki potensi yang khas karena jumlah konsumen tinggi namun produsen juga banyak,” ujar Dody.

Hasil pantauan harga barang dan jasa selama Maret 2018 mencatat, beberapa komoditas yang mengalami kenaikan dan penurunan harga. Catatan tersebut memberikan andil cukup signifikan pada inflasi dan deflasi.

Untuk komoditas yang mengalami kenaikan harga sehingga memberikan andil pada laju inflasi antara lain bawang merah, bawang putih, daging ayam ras, cabe merah, bayam, jagung manis, bensin, nasi, air kemasan, tukang bukan mandor dan rekreasi.

Selain itu beberapa komoditas lain juga turut naik seperti rokok, biskuit, es krim, listrik, gas, emas perhiasan, kemeja pendek katun, kaus, mukena, pasta gigi, tarif potong rambut pria, shampo, dokter umum dan lainnya.

Sementara untuk komoditas yang mengalami penurunan sehingga memberikan andil deflasi antara lain beras, kentang, wortel, telur ayam ras, cumi-cumi, udang basah, bandeng, semen dan angkutan udara.

Sektor bahan makanan menjadi kelompok pengeluaran penyumbang laju inflasi terbesar dengan 0,10 persen. Bahan makanan mengalami kenaikan indeks dari 146,44 pada Februari 2018 menjadi 147,13 di Maret 2018 atau terjadi inflasi sebesar 0,47 persen.

Inflasi pada bahan makanan dipicu oleh kenaikan harga komoditi pada sub kelompok daging, ikan diawetkan, sayuran, kacang, buah, bumbu serta bahan makanan lainnya. Sedangkan yang megalami deflasi yaitu sub kelompok padi dan umbi, ikan segar, telur dan susu serta minyak dan lemak.

“Beras sudah turun. Namun harga oli dan sewa kendaraan naik sehingga memengaruhi transportasi. Ini dampak dari gejolak ekonomi karena harga minyak dunia naik,” ujar Dody.

Suparno Hadisaputro/ Kilas Bandung/ PRSSNI