Jusuf Kalla Tinjau Perkembangan Proses Pemulihan Kota Palu, Relawan Keluhkan Masalah Pembebasan Lahan

Wakil Presiden Jusuf Kalla saat melakukan kunjungan kerja ke Kota Palu, Sulawesi Tengah, Senin (7/10/2019). (Foto: Kompas.com)

KILASBANDUNGNEWS.COM – Bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi telah meluluhlantahkan kota Palu setahun yang lalu. Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK melaksanakan kunjungan kerja ke Kota Palu, Sulawesi Tengah, Senin (7/10/2019). Kedatangannya untuk meninjau perkembangan proses pemulihan kota pascabencana itu.

Jusuf Kalla didampingi Gubernur Sulteng Longki Djanggola, Wali Kota Palu Hidayat dan Komandan Korem 132 Tadulako, Kolonel Inf Agus Sasmita dan Kapolda Sulteng, Brigjen Pol Lukman Wahyu Haryanto dan sejumlah pejabat di jajaran Pemprov Sulteng dan Pemkot Palu rencananya akan meninjau sejumlah lokasi antara lain Rumah Instan Sehat di Kelurahan Pengawu.

Dalam kesempatan ini, sejumlah lokasi hunian tepat (huntap) bagi korban bencana yang kehilangan rumah tinggal pasca-bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi dijadikan tujuan Jusuf Kalla kali ini.

Huntap yang berada di kelurahan Tondo, Kota Palu menjadi salah satu lokasi yang ditinjau oleh JK.

Dalam kesempatan tersebut, unek-unek yang dihadapi pihak yayasan berkaitan dengan masalah pembebasan masalah berhasil disampaikan oleh salah satu relawan di Buddha Tzu Chi, Aida Angkasa kepada JK.

JK langsung menanggapi apa yang disampaikan pihak Buddha Tzu Chi saat hendak menuju mobilnya untuk melanjutkan kerja selanjutnya.

“Coba masalah itu segera diselesaikan,” ujar JK kepada Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil dan Dirjen Pengadaan Tanah, Arie Yuriwin, seperti dilansir dari laman kompas.com, Selasa (8/10/2019).

Sementara itu Aida mengatakan kepada sejumlah wartawan, bahwa memang huntap yang dibangun mengalami kendala berkaitan masalah lahan.

Kendalanya ada di Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Dari awal SK gubernur diteruskan dengan SK wali kota itu diberikan 84 hektar. Akhirnya dari BPN hanya memberikan kita 19 hektar. Tapi dua minggu lalu kami akhirnya diberi 30 hektar,” kata Aida.

Namun, pihak yayasan merasa bahwa 30 hektar itu masih kurang.

“Kalau bisa lebih. Itu bukan untuk kami yayasan, tapi itu untuk kepentingan masyarakat. Kami hanya membangun, tapi kalau kami tidak difasilitasi dengan lahan yang benar dan bersih ya kami juga tidak mau membangunnya,” ujar Aida.***