Bandung – Ketua Yayasan Thalassemia Indonesia Jawa Barat, Chairul Amri mengimbau warga Kota Bandung memeriksa kemungkinan adanya sifat gen Thalassemia dalam diri. Hal itu penting untuk mencegah semakin banyaknya penderita Thalassemia di Kota Bandung.
“Hari ini jumlah penderita Thalassemia semakin banyak setiap tahunnya. Tapi itu sesungguhnya bisa dicegah,” ujar Chairul saat menemui Wali Kota Bandung Oded M. Danial di Pendopo Kota Bandung, Kamis (24/1/2019).
Thalassemia merupakan penyakit ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi sel darah merah. Penyakit yang diturunkan melalui gen ini pun mengharuskan penderitanya untuk melakukan transfusi darah setiap bulan seumur hidupnya. Hal ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tak heran, penderita Thalassemia adalah pengguna BPJS Kesehatan nomor 5 terbesar di Indonesia.
“Sekali transfusi itu dipaket oleh BPJS dapat 2 labu darah, obat, biaya dokter, biaya rumah sakit, rawat inap. Untuk paket tipe A Rp13 juta paling sedikit satu kali transfusi,” jelas Chairul.
Di Kota Bandung, ada tiga rumah sakit yang melayani pasien Thalassemia dengan bantuan dari BPJS Kesehatan, yaitu RSUP Hasan Sadikin, RS. Hermina, dan RS. Santosa. Secara keseluruhan ada 832 penderita di tiga rumah sakit tersebut.
“Tetapi ada juga yang tidak terdata oleh kita. Karena ada suatu pesan di masyarakat tertentu yang menyembunyikan ini, aib buat mereka. Dia biayai sendiri. Dia berobat di RS Borromeus atau di rumah sakit swasta yang lain. Cost-nya cukup tinggi, ya mungkin mereka mampu silakan, nggak masalah,” papar Chairul.
Namun Chairul menegaskan, sesungguhnya penyakit ini bisa dicegah perkembangannya melalui komitmen yang kuat. Satu-satunya cara untuk menekan laju pertumbuhan penyakit ini adalah menghindari pernikahan dengan sesama pembawa sifat gen Thalassemia. Itulah sebabnya ia sangat menganjurkan kepada pasangan yang akan menikah untuk melakukan screening.
“Pencegahannya gampang. Kalau saya tahu kalau saya pembawa sifat, saya jangan cari calon istri yang pembawa sifat. Tapi kalau mau menikah, ya nggak masalah, silakan. Tapi siap tidak punya anak seperti ini (Thalassemia),” katanya.
Pencegahan dengan cara ini, lanjutnya, bukan berarti melarang pasangan pembawa sifat untuk menikah. Namun, pasangan pembawa sifat harus mengantisipasi potensi memiliki anak yang menderita Thalassemia.
Berdasarkan Hukum Genetika Mendel, peluang anak yang lahir dari orang tua pembawa sifat untuk menderita Thalassemia adalah 25%. Dan hanya 25% pula peluang anak untuk tidak mendapat gen Thalassemia. 50% lainnya adalah peluang anak untuk menjadi pembawa sifat.
Lain halnya jika pembawa sifat menikah dengan yang bukan pembawa sifat. Peluang anak yang lahir dari pasangan tersebut 50% tidak pembawa sifat (normal) dan 50% pembawa sifat. Jika sistem ini diterapkan dengan komitmen yang baik, Chairul percaya bahwa penderita Thalassemia di Indonesia bisa diturunkan sampai 0% dalam kurun waktu tertentu.
Sementara itu, Wali Kota Bandung Oded M. Danial mendukung gagasan Chairul agar warga Kota Bandung memeriksakan diri ke laboratorium sedini mungkin. Hal tersebut penting untuk melindungi generasi ke depan agar terhindar dari penurunan gen ini
Oded lantas menginstruksikan kepada Dinas Kesehatan untuk berkoordinasi dengan Yayasan Thalassemi Jawa Barat untuk mengatur mekanisme agar warga Kota Bandung mendapat kemudahan akses terhadap screening Thalassemia ini.
“Saya minta Dinkes untuk koordinasi dengan Yayasan Thalassemi dan POPTi (Perhimpunan Orang Tua Penyandang Thalasemia) agar pencegahan ini bisa kita laksanakan. Ini penting untuk warga kita,” ujar Oded seperti dilansir Humas Pemkot Bandung.
Ditemui terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Rita Verita pun mendukung segala bentuk upaya pencegahan Thalassemia. Pihaknya akan berkoordinasi dengan jajaran terkait agar gagasan ini bisa dikaji dan diterapkan.
“Tentunya Pemkot Bandung sangat mendukung berbagai upaya untuk mulai concern pada Thalasemia ini. Karena penderita Thalassemia sebanyak 40 % ada di Jawa Barat,” ungkap Rita.
Terlebih lagi, katanya, beban yang harus dihadapi oleh penderita Thalasemia terbilang cukup berat karena perawatannya seumur hidup.
“Penderita Thalassemia yang setiap minggunya harus mendapat transfusi seumur hidup. Walau ditanggung BPJS beserta obat obatannya tapi tentunya sangat berpengaruh pada orang tua dan keluarga karena harus mendampingi anaknya bulak balik ke rumah sakit,” katanya.***