Bandung – Gempa bumi ternyata memiliki siklus tertentu selama sesar atau patahannya masih aktif. Hal itu disampaikan peneliti LIPI bidang Geologi, Mudrik Daryono, ketika ditemui di ITB, Bandung, Selasa (23/10/2018).
Mudrik mengatakan bahwa gempa terjadi saat pergeseran tanah mencampai ambang batas, kemudian energi dilepaskan sehingga terjadi gempa bumi.
“Setelah gempa, energinya hilang, kemudian menghimpun kembali energi sampai di ambang batas lagi. Siklus gempa bumi itu ada berdasarkan kecepatan pergeseran yang berbeda,” ujarnya seperti dilansir laman TribunJabar, Selasa (23/10/2018).
Di Jawa Barat, ada sesar Lembang yang masih aktif dan dapat menyebabkan gempa bumi di waktu yang belum diketahui.
Terakhir, berdasarkan penelitian, sesar Lembang menyebabkan gempa bumi pada abad ke-60 Sebelum Masehi dan abad ke-15 Masehi.
Sesar Lembang, kata Mudrik Daryono, memiliki kecepatan pergeseran tiga milimeter per tahun. Tetapi ia sendiri belum mengetahui secara detil, kapan Jawa Barat akan kembali diguncang gempa bumi besar.
“Jadi, kita bisa hitung sampai saat ini 560 tahun, tidak terjadi gempa bumi. Jadi kalau kita hitung tiga milimeter per tahun dikalikan 560, kita bisa hitung pergeseran yang sudah diterima sesar Lembang yang belum lepas energinya,” ujarnya.
Untuk mengetahui siklus secara pasti, LIPI harus meneliti lebih dalam lagi. Kendati demikian, penelitian itu memerlukan lahan, alat penguji, dan dana yang tidak sedikit.
“Kami perlu penelitian, perlu gali tanah lebih dalam, kami sewa lahan 1 bulan. Kalau lebih serius kami harus beli lahan, kami gali pakai eskavator, kemudian kami pelajari lapisan tanah secara baik,” ujarnya.
Meski begitu, lanjut Mudrik, saat ini, alat penelitian di sesar Lembang sudah terbilang baik. Hal itu dikarenakan, alat penelitian memiliki data lidar yang cukup mahal.
Selain itu, ia mengatakan masyarakat Jawa Barat harus waspada terhadap bencana gempa bumi yang mungkin akan terjadi. Pemerintah juga dituntut aktif mengedukasi mengenai mitigasi bencana kepada masyarakat.***