Tangani Banjir, Kota Bandung Butuh Pelebaran Sungai

Bandung – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terus berbagai upaya menanggulangi banjir yang kerap terjadi saat musim penghujan tiba. Melalui Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Pemkot Bandung juga telah mengoptimalkan sejumlah instrumen penanggulangan banjir.

Menurut Kepala Bidang Pemeliharaan DPU Kota Bandung, Tedi Setiadi, penanganannya dimulai dari titik pencegahan banjir. Tim DPU telah mengeruk dan pengangkutan sedimen sungai untuk mencegah pendangkalan. Belum lagi perbaikan gorong-gorong dan pembersihan saluran. Nyaris setiap hari, tim tersebut mengerjakannya.

Ia menambahkan, cara lain sebagai upaya pencegahan yaitu merekayasa aliran air. Pemkot Bandung telah membangun kolam retensi dan penampungan sementara sebagai rem air di beberapa lokasi, seperti di Sirnaraga, Jalan Dr. Djunjunan, dan Pagarsih.

Pada saat terjadi banjir, DPU Kota Bandung juga memiliki 312 orang Unit Reaksi Cepat yang setiap hari secara bergiliran beroperasi menangani genangan. Itulah mengapa genangan di Kota Bandung tak pernah berlangsung lebih dari 2 jam.

“Unit Reaksi Cepat ini bersiaga selama 24 jam di 6 wilayah di Kota Bandung, yaitu Gedebage, Bojonegara, Karees, Tegalega, Cibeunying, dan Ujungberung,” jelas Tedi pada Bandung Menjawab di Taman Dewi Sartika Balai kota Bandung, Kamis (29/11/2018).

Kendati begitu, Tedi mengakui, Kota Bandung perlu melakukan langkah jangka panjang agar masalah banjir tak lagi berulang. Analisa DPU Kota Bandung menyebutkan bahwa harus ada tindakan pelebaran di hampir seluruh sungai di Kota Bandung.

Pasalnya, penyempitan sungai terjadi di mana-mana, salah satunya di Sungai Citepus. Sungai yang seharusnya memiliki lebar 6 meter itu kini hanya selebar 3,5 meter saja.

Kondisi itu tak hanya terjadi di satu titik. Tedi menyebutkan, ada 27 dari 46 sungai dan anak sungai yang terbilang kritis dan perlu diberi perhatian.

Namun, pelebaran sungai itu nyatanya bukan perkara mudah. Masalahnya, bibir-bibir sungai di Kota Bandung, khsusunya yang melewati wilayah perkotaan, sudah dipadati bangunan penduduk. Baik rumah maupun bangunan pribadi tak lagi mementingkan aspek lingkungan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 28 Tahun 2015, garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan sekurang-kurangnya berjarak 10 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan tiga meter. Sementara itu, kini jarak antara bibir sungai dengan bangunan hampir tidak ada.

“Kalau di kita bahkan 0 meter. Bibir sungai itu langsung pondasi bangunan warga,” ungkap Tedi.

Maka dari itu, Tedi mengatakan, butuh upaya lebih untuk mengedukasi warga agar berkenan mendukung program pelebaran sungai. Ini juga membutuhkan musyawarah dan koordinasi dengan berbagai pihak.

“Tentu ini harus dikoordinasikan. Kalau tidak ada pelebaran sungai, kita kan ada berbagai upaya. Ada kolam retensi, perbaikan TPT (Tembok Penahan Tanah), pengerukan sungai, dan pengerukan sedimen. Sehingga biasanya (banjir) tidak lebih dari 2 jam sudah ada upaya,” ujar Tedi.

Sementara itu, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum juga mendukung rencana pelebaran sungai. Kepala Bidang Pelaksanaan Jaringan Sumber Air BBWS Citarum, Suwarno mengatakan, hal itu merupakan kebutuhan yang harus dilaksanakan.

“Kalau menurut analisa BBWS waktu itu untuk di Citepus memang harus ada pelebaran sungai. Karena sungai di Citepus itu dari belokan tempat sampah dimensinya lebar, itu 5 meter. Tapi masuk ke Jalan Pagarsihnya cuma 3,5 meter,” tutur Suwarno.

Suwarno menyadari bahwa pelebaran sungai bukan perkara mudah. Ia mengaku bahwa BBWS juga sudah memiliki solusi sementara untuk permasalahan ini.

“Desain dari Balai itu kita akan melebarkan sungai dengan membuat lubang di bawah Jalan Pagarsih. Jadi atasnya bisa dipakai. Digerowongin lah. Panjangnya 200 meter sampai jembatan,” jelas Suwarno.

Di sisi lain, Suwarno menilai datangnya banjir di wilayah Kota Bandung juga disebabkan adanya faktor kerusakan lingkungan di wilayah hulu. Hal itu menyebabkan kurangnya daya tangkapan air sehingga air yang turun ke hilir menjadi melimpah.

“Karena dari pengamatan balai, kita kan punya pos curah hujan, itu hujannya kecil. Kemarin cuma sekitar 50mm, banjirnya sudah luar biasa. Dan banjir itu nggak lama, prosesnya itu sejam dua jam. Setelah itu langsung surut,” ujarnya.***