Bandung – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung masih terus mencari alternatif solusi mengatasi permasalahan kemacetan. Terdapat dua cara untuk mengatasinya yakni pertama dengan memperbesar suplai dan manajemen demand.
Kepala Dinas Perhubungan, Didi Ruswandi mengatakan, cara pertama dengan memperbesar suplai bisa seperti menambah atau memperlebar jalan. Namun mengutip pepatah negara Barat, membuat jalan identik dengan membuat masalah baru. Karena pertumbuhan infrastruktur tidak bisa mengikuti pertumbuhan kendaraan.
“Cara kedua yaitu manajemen demand yakni manajemen orang bergerak dengan menggunakan transportasi massal,” ungkapnya dalam Bandung Menjawab di Taman Sejarah, Jalan Aceh, Kota Bandung, (12/3/2019).
Berdasarkan data Dinas Perhubungan, pengguna transportasi massal di Kota Bandung baru sekitar 17 persen, sisanya masih menggunakan kendaraan pribadi. Untuk itu dalam lima tahun ke depan pihaknya menargetkan peningkatan pengguna transportasi massal menjadi 25 persen.
“Seperti kecil, hanya delapan persen. Tapi butuh effort yang besar,” timpalnya.
Sebelum sampai pada tahap menggunakan transportasi massal, Dinas Perhubungan mengajak secara halus sedikit demi sedikit agar masyarakat dapat mengubah kebiasaannya. Salah satu caranya dengan ajakan untuk menggunakan transportasi bersama atau carpooling.
Sebenarnya, program seperti ini bukanlah hal yang sama sekali baru. Pasalnya, ada sejumlah masyarakat yang sudah sangat familiar dengan berkendara secara nebeng. Beraktivitas ke kantor atau ke sekolah bisa memanfaatkan ruang di kendaraan sehingga meminimalisasi jumlah kendaraan yang digunakan.
“Misalkan di kantor Dishub di Gedebage ada 70 orang. Artinya ada 70 kendaraan, 70 knalpot yang menggunakan BBM. Kalau dengan carpooling, bisa diminimalisasi hanya dengan 15 kendaraan saja,” katanya.
Di samping sebagai upaya mengatasi kemacetan, Didi menyakini, program carpooling pun dapat menghemat energi sekaligus meningkatkan hubungan sosial dengan kolega sekantor atau satu sekolah.
“Secara sosial pun bisa berdampak. Ada sesuatu yang tidak bisa dilihat. Bandung akan semakin ramah. Karena antar teman bisa saling mengobrol di mobil yang terisi penuh. Bahkan ada juga yang memanfaatkannya untuk rapat atau sekadar berbagi makanan di dalam mobil,” tuturnya.
Terhitung sejak Senin hingga Jumat (11 – 15/3/2019) mendatang, para pegawai baik fungsional maupun struktural di Dinas Perhubungan diharuskan menggunakan fasilitas carpooling yang bekerja sama dengan Grab untuk berangkat ke kantor.
Teknisnya, ada sekitar 15 kendaraan yang disiapkan oleh Grab untuk kemudian menjemput para pegawai Dinas Perhubungan di sejumlah titik kumpul. Adapun titik kumpul yang tersedia antara lain Leuwipanjang, Antapani, Cicaheum, dan lainnya.
Pada masa percobaan ini, sistemnya memang masih harus ada titik kumpul untuk menjemput para pegawai. Untuk kemudian salah satu dari mereka memesan melalui aplikasi Grab. Baru driver yang akan menjemput ke lokasi tersebut.
Sebelumnya Dinas Perhubungan pun bekerjasama dengan Koperasi Pemilik Angkutan Masyarakat (Kopamas) melalui program Angkot to school yang sistemnya lain lagi. Anak-anak sekolah akan dijemput oleh angkot di tempat tinggal masing-masing untuk kemudian diantar ke sekolahnya.
“Setelah masa uji coba ini akan kami sampaikan kepada Pak Wali Kota hasilnya. Kalau di internal Dishub akan coba diterapkan. Tidak hanya bekerja sama dengan Grab melainkan dengan operator lainnya,” ujarnya.
Didi menyebut, kemacetan telah menimbulkan kerugian pada banyak hal seperti degradasi sebuah kota. Dari tadinya kota yang asyik menjadi tidak asyik karena macet. Kemacetan pun menjadikan interaksi sosial lebih buruk.
“Kalau ingin membangun kota yang ramah, mari kita untuk bertransportasi publik, berjalan kaki, carpooling, atau car sharing,” ajaknya.***