KILASBANDUNGNEWS.COM – Pandemi Covid-19 yang merebak sejak awal tahun 2020 telah menimbulkan gangguan sosial dan ekonomi yang signifikan baik secara global, nasional maupun Provinsi Jawa Barat. Terbatasnya mobilitas masyarakat secara praktis telah mengganggu tidak hanya kegiatan sosial masyarakat tetapi juga aktivitas ekonomi produktif.
Dampak selanjutnya antara lain penurunan produktivitas dan pendapatan, penutupan industri dan pariwisata, peningkatan pengangguran, sehingga pertumbuhan ekonomi nasional dan Jawa Barat terkontraksi selama 4 kuartal hingga triwulan I 2021.
Dengan strategi dynamic balancing, yakni pendekatan yang berupaya menyeimbangkan antara penanganan kesehatan dan aktivitas ekonomi agar tetap berjalan secara terukur melalui berbagai kebijakan, serta dengan dukungan kolaborasi antara seluruh komponen pentahelix (masyarakat, pemerintah, otoritas, akademisi, media, serta dunia usaha) telah berhasil mendorong perbaikan ekonomi Jawa Barat secara bertahap dan kembali rebound tumbuh positif mulai triwulan II tahun 2021.
Jawa Barat merupakan provinsi kontributor terbesar ketiga bagi perekonomian Indonesia. Salah satu elemen penting dalam mendorong perbaikan ekonomi dan mendukung pencapaian resiliensi ekonomi Jawa Barat adalah investasi. Sumbangan investasi terhadap perekonomian Jawa Barat mencapai 24,88% dari PDRB atau komponen kedua terbesar setelah konsumsi.
Sejalan dengan hal tersebut, Jawa Barat menjadi destinasi investasi utama secara nasional, baik investasi yang bersumber dari luar negeri (PMA) maupun domestik (PMDN). Pada semester I tahun 2021, realisasi investasi Jawa Barat mencapai Rp72,5 triliun tercatat sebagai realisasi investasi tertinggi di Indonesia, mencerminkan keunggulan dan daya saing investasi di Jawa Barat.
Salah satu keunggulan investasi di Jawa Barat adalah efisiensi investasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan nasional, bahkan bersaing dengan berbagai negara di Asia Tenggara. Pada tahun 2020, Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Jawa Barat tercatat pada kisaran 4% artinya 1 persen pertumbuhan ekonomi Jawa Barat membutuhkan rasio investasi/produk domestik regional bruto (PDRB) sekitar 4 persen. ICOR Jawa Barat jauh lebih baik dibandingkan dengan nasional yang sebesar 6,8% dan mampu bersaing dengan Thailand (4,4%), Malaysia (4,5%), ataupun Vietnam (4,6%).
Realisasi investasi di Jawa Barat yang tetap tinggi di tengah pandemi didukung oleh tiga hal, (i) infrastruktur pendukung yang memadai, (ii) sumber daya manusia yang lebih berkualitas, dan (iii) dukungan pemerintah daerah terhadap kemudahan berinvestasi seperti proses perizinan yang mudah dan promosi investasi yang berkelanjutan, serta (iv) dukungan pemerintah pusat seperti melalui berbagai proyek infrastruktur nasional di Jawa Barat.
Selain itu, sebagai provinsi terpadat di Indonesia, Jawa Barat memiliki keunggulan tidak hanya memiliki potensi tenaga kerja yang melimpah dengan persentase penduduk usia produktif mencapai 70 persen (BPS, 2020), tetapi juga kelas konsumen yang sangat dinamis yang pada akhirnya dapat membentuk pasar domestik yang besar, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga memberikan daya tarik investasi.
Sebagai upaya untuk terus mendorong realisasi investasi Jawa Barat tersebut, pada Kamis (21/10), Bank Indonesia Jawa Barat bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa Barat menggelar the third West Java Investment Summit (WJIS) 2021.
Gelaran WJIS ke-3 pada 2021 ini merupakan puncak kegiatan setelah rangkaian acara Road-to-WJIS 2021, yaitu Forum Infrastruktur, Peluncuran Ekosistem Investasi Jawa Barat, dan Peningkatan Kapasitas Presentasi Ikhtisar Proyek Investasi.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyampaikan The Role of Investment in Indonesian Economy dengan menekankan bahwa pentingnya mendorong investasi daerah sebagai salah satu kunci utama untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional dan pada jangka menengah panjang investasi diperlukan untuk kembali pada path reformasi struktural menuju Indonesia maju.
“Sebagai daya dukung investasi, otoritas perlu untuk terus memastikan kebijakan ekonomi yang prudent melalui bauran kebijakan (policy mix) dan pentingnya menjaga sinergi koordinasi kebijakan ekonomi nasional yang erat antara Pemerintah, BI, OJK, dan berbagai instansi/lembaga,” ucapnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Kepala Perwakilan BI Jawa Barat, Herawanto, turut menekankan pentingnya pemerataan investasi antara Jabar bagian utara dan selatan dalam rangka mendorong resiliensi dan inklusivitas pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.
“Di kawasan utara, potensi investasi Jawa Barat terkait dengan proyek Segitiga REBANA yang kompleks dan canggih yang dirancang untuk menjadi kawasan dengan beberapa smart city metropolitan dan kawasan industri yang dikelilingi oleh infrastruktur penting pendukung seperti Pelabuhan Patimban, Bandara Internasional Kertajati, dan jalan tol,” kata Herawanto.
Di kawasan selatan, investasi Jawa Barat diarahkan pada berbagai proyek ekonomi hijau (green economy) yang terdiri dari proyek sektor pariwisata serta proyek sektor pertanian. Secara khusus, proyek-proyek tersebut diharapkan akan menjawab keprihatinan penting investor global tentang masalah ekonomi hijau (green economy) akibat perubahan iklim yang dialami secara global.
Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, juga menyampaikan Indonesian Investment Policies yang tentunya dibangun untuk terus mendorong iklim investasi yang positif guna mendukung pemulihan ekonomi.
“Sebagaimana di Jawa Barat, pemerataan investasi juga menjadi agenda penting nasional salah satunya melalui pemerataan investasi infrastruktur tidak hanya di Jawa, namun juga luar Pulau Jawa,” ujarnya. (Parno)