KILASBANDUNGNEWS.COM – Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat bersama Pemda Provinsi Jabar menyelenggarakan West Java Industrial Meeting (WJIM). WJIM 2022 merupakan yang kedua kali dilakukan mengambil tema “Industri Jawa Barat Berdaya Saing: Dukungan Local Currency Settlement (LCS) untuk Ekspor Impor dan Instrumen Pendukung Lainnya”.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat Herawanto mengatakan, WJIM 2022 berupaya untuk meningkatkan daya saing industri pengolahan (manufaktur), terutama dari sisi pemanfaatan ketersediaan beberapa fasilitas dan sarana prasarana yang disediakan pemerintah dan institusi terkait.

“Stakeholders lain, yakni Kementerian Keuangan RI, Otoritas Jasa keuangan (OJK), perbankan, asosiasi usaha, dan media.mendukung LCS,” ucap Herawanto, di Hotel Trans Luxury Bandung Jalan Gatot Subroto, Kota Bandung, Rabu (15/06/2022) .

Herawanto berharap,, WJIM 2022 dapat semakin memantapkan kontribusi manufaktur Jabar terhadap perekonomian nasional. Saat ini pencapaiannya 28,27 persen terhadap perekonomian nasional, dan 23,43 persen terhadap ekspor nasional.

Menurut Herawanto, fasilitas dan sarana prasarana penting telah tersedia di Jabar hasil sinergi dan dukungan berbagai pihak, baik pemerintah maupun otoritas/institusi seperti Bank Indonesia, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing para pelaku industri.

“Salah satu fasilitas penting yang tersedia untuk menekan biaya transaksi kegiatan ekspor-impor yang cenderung tinggi dan fluktuatif karena ketergantungannya yang tinggi terhadap :single international currency (USD) adalah Local Currency Settlement (LCS),” ucap Herwanto.

LCS merupakan fasilitas di mana transaksi perdagangan internasional (ekspor dan impor) dapat dilakukan menggunakan mata uang negara-negara terlibat perdagangan internasional tersebut. Fasilitas ini digagas BI bersama Kementerian, OJK, LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dan berbagai stakeholders yang tergabung dalam Gugus Tugas (Task Force) Nasional LCS.

Herawanto menjelaskan LCS adalah penyelesaian transaksi bilateral antara dua negara yang dilakukan dalam mata uang masing-masing negara di mana “settlement” transaksinya dilakukan di dalam yuridiksi wilayah negara masing-masing.

“Instrumen ini tentunya ditujukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang “hard currencies” (terutama USD) dengan mendorong penggunaan mata uang lokal untuk “settlement” perdagangan dan investasi,” kata Herawanto.

“LCS saat ini telah diimplementasikan di Indonesia, Malaysia, Thailand, Jepang dan Tiongkok, melibatkan lima mata uang lokal yakni rupiah, ringgit, bath, yen, dan yuan,” imbuhnya.

Selain fasilitas LCS , beberapa fasilitas lainnya yang tersedia bagi para pelaku industri antara lain pengurusan perizinan melalui OSS, fasilitas fiskal dan nonfiskal, sistem pelaporan transaksi, dan hasil devisa ekspor – impor.

Kemudian fasilitas pajak dan bea cukai, khususnya di kawasan berikat, Kemudahan Impor dan Tujuan Ekspor (KITE), kemudahan dan pemanfaatan sistem informasi terkait kepabeanan dan cukai, serta Sistem Layanan lnformasi Keuangan (SLIK).

Menurut Herawanto, selain sebagai kontributor terbesar sektor manufaktur terhadap pertumbuhan dan ekspor, dalam satu tahun terakhir Jabar juga tercatat sebagai provinsi dengan pangsa nilai transaksi LCS terbesar secara nasional.

Di Jabar telah terdapat 439 perusahaan dengan total transaksi US$ 912,15 Ribu yang telah melaksanakan LCS. Jawa Barat mengambil porsi 29,04 persen dari total transaksi nasional.

Potensi pelaku industri Jawa Barat menggunakan LCS ini juga semakin besar. Tercatat bahwa porsi transaksi pelaku industri Jawa Barat ke empat negara mitra LCS saat ini, masih dilakukan menggunakan USD (Dolar AS). Sebagian besar pelaku industri Jawa Barat juga memiliki perusahaan afiliasi di empat negara mitra LCS dan “exposure” utang luar negeri dalam USD yang minim. (Parno)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.