KILASBANDUNGNEWS.COM – Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksmana Bondan menilai tudingan balik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Ombudsman soal malaadministrasi merupakan bentuk pengakuan kesalahan sendiri.
Diketahui, Ombudsman menyebut KPK dan Badan Kepegawaian Negara melakukan malaadministrasi terkait alih status pegawai KPK lewat tes wawasan kebangsaan.
“Sementara tudingan balik @KPK_RI bahwa Ombudsman RI melakukan malaadministrasi nyata-nyata di luar kewenangannya. Kalau tak mampu membela diri, jangan cari kesalahan pihak lain. Memalukan!” ungkap Gandjar melalui akun twitter @gandjar_bondan dikutip Jumat (6/8).
“Seburuk-buruk pembelaan adalah menyatakan bahwa orang lain melakukan kesalahan yang sama. Itu namanya pengakuan,” lanjutnya.
“Dalam hukum pidana, pengakuan memang bukan Alat Bukti. Tapi secara etik, pengakuan adalah sebaik-baik pembuktian. Berarti @KPK_RI mengakui kesalahan. Tapi ngotot!?” lanjutnya.
Sebelumnya, Nurul Ghufron menyatakan Ombudsman RI juga melakukan malaadministrasi terkait penanganan laporan seputar peralihan status pegawai KPK menjadi ASN.
Ia berujar malaadministrasi terjadi ketika dirinya memberikan klarifikasi. Berdasarkan Pasal 15 ayat 2 Peraturan Ombudsman RI Nomor 48 Tahun 2020, Ghufron menuturkan permintaan klarifikasi dilakukan oleh keasistenan yang membidangi fungsi pemeriksaan.
Sementara, proses tersebut dilakukan oleh anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Feri Amsari, menilai KPK tidak membaca utuh UU Ombudsman RI yang memuat kewenangan komisioner Ombudsman RI untuk melakukan klarifikasi.
“Dia (Nurul) baca setengah-setengah peraturan Ombudsman RI dan ambil yang menguntungkan saja,” kata Feri kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis.
Feri menerangkan, dalam Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 ayat (1) huruf c UU Ombudsman RI diatur bahwa salah satu fungsi, tugas dan wewenang Ombudsman RI adalah meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan laporan dari instansi terlapor.
Dalam menyelenggarakan fungsi, tugas dan kewenangannya, lanjut Feri, Ombudsman RI dibantu asisten. Ia berujar komisioner Ombudsman RI juga berwenang melakukan klarifikasi.
“Saya yakin Nurul tidak bodoh dalam membaca peraturan,” ucap dia.
“Jadi, hal itu bagi saya bukan karena ketidakmengertian Nurul terhadap konsep administrasi, lebih mirip sebagai alasan yang dicari-cari terhadap berbagai kealpaan administrasi yang dilakukan KPK dalam melaksanakan TWK,” sambungnya.
Dikonfirmasi terpisah, Jumat (6/8) malam, Nurul Ghufron menyebut pihaknya hanya memakai hak mengajukan keberatan seperti yang diatur dalam peraturan Ombudsman.
“KPK menggunakan hak prosedural yang diatur di peraturan ombudsman, di situ diatur hak untuk mengajukan keberatan,” ucap dia, tanpa merinci peraturan yang dimaksud.
“Tidak usah meluarbiasakan hal yang normatif ada aturannya,” cetus Nurul. (Sumber : cnnindonesia.com)