Bandung – Dinas Kesehatan Kota Bandung terus meningkatkan layanan kesehatan unggulannya, Layad Rawat. Sejak pertama kali diluncurkan dua tahun lalu, sistem perawatan pasien jemput bola ini semakin dipercaya. Pada bulan Juli 2019, layanan ini diakses oleh 2.242 orang melalui pusat panggilan 119.
Kepala Dinas Kesehatan Rita Verita Suhardijanto menuturkan, kepercayaan warga terhadap layanan ini semakin baik. Jumlah pengakses untuk pelayanan rutin terbilang cukup tinggi.
“Kalau orang yang sudah tahu, dan sudah pernah dilayani, biasanya setelah itu memanggil secara rutin,” ungkapnya di Kantor Dinas Kesehatan Kota Bandung, Jalan Citarum No. 34 Bandung, Rabu (21/8/2019).
Ia menjelaskan, Rayad Rawat terbagi menjadi dua jenis layanan, yaitu kunjungan terencana dan tidak terencana. Kunjungan terencana dilakukan oleh petugas puskesmas berdasarkan data pasien yang ada.
“Ada kegiatan Perkesmas (Pelayanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat) yaitu kunjungan rumah berdasarkan data puskesmas. Di sana ada masyarakat yang harus dikunjungi, itu rutin kunjungan,” paparnya.
Sedangkan Layad Rawat termasuk kunjungan tidak terencana yang pelaksanaanya berdasarkan permintaan warga. Di lapangan, petugas ini juga berkoordinasi dengan Puskesmas. Jika kondisi pasien masih bisa ditangani oleh petugas puskesmas, maka petugas ini yang datang untuk menolong. Jarak dan tingkat kegawatdaruratan juga menjadi pertimbangan penanganan kasus.
“Misalnya pasien perlu pertolongan pemeriksaan kesehatan yang sakit dekubitus, kencing manis, biasanya memanggil Layad Rawat. Kebanyakan yang sakit pasca stroke, baru pulang dari RS dan perlu cek kondisi kesehatan,” imbuhnya.
Warga dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga memiliki kenyamanan lebih. Sebab, layanan melalui Layad Rawat juga bisa dibiayai dengan JKN.
“Dan rata-rata warga Bandung hampir semuanya punya JKN,” ujar mantan Direktur RSUD Kota Bandung itu.
Perlu diketahui, Universal Health Coverage (UHC) atau keterpenuhan jaminan kesehatan di Kota Bandung termasuk yang paling baik di Indonesia, yakni telah mencapai 98,9%.. Dengan UHC ini, masyarakat telah mendapatkan jaminan kesehatan.
“Di atas 95% itu dikatakan sudah UHC,” katanya.
Rita menilai bahwa warga yang belum memiliki JKN dinilai merasa belum memerlukan layanan ini. Biasanya, kelompok warga ini telah dijamin kesehatannya oleh bentuk asuransi lain.
“Mungkin memang tidak atau belum memerlukan BPJS karena sudah ter-cover asuransi lain,” tuturnya.***