Bandung – Kota Bandung akan menjadi tuan rumah Global Land Forum (GLF) 2018 pada 24-26 September mendatang. Rencananya, Presiden RI Joko Widodo membuka acara ini.
Steering Committee Panitia Nasional, Iwan Nurdin mengungkapkan, sebanyak 600 peserta internasional dari 88 negara bakal menghadiri forum ini. Selain itu, panitia juga menyediakan kuota untuk 200 orang pegiat pertanian dan pertanahan dari seluruh Indonesia.
“Ini adalah forum pertanahan terbesar di dunia, dan akan dihadiri oleh 88 negara, termasuk organisasi-organisasi pembangunan dunia,” ungkap Iwan dalam Bandung Menjawab di Taman Sejarah Balai Kota Bandung, Kamis (13/9/2018).
Perhelatan yang akan dilaksanakan di Gedung Merdeka ini akan terdiri dari berbagai konferensi. Para peserta akan membahas tentang isu-isu penting tentang pertanahan.
“Kita akan membicarakan isu terpenting yaitu land atau tanah. Karena tanah itu tidak bertambah sementara manusia terus bertambah,” katanya.
Menurut Iwan, isu pertanahan merupakan topik yang sangat penting untuk dibicarakan. Pasalnya banyak tanah yang dikuasai oleh segelintir orang, sementara banyak orang yang tidak memiliki hak atas tanah. Ia menilai ada banyak ketimpangan kekuasaan yang harus segera diantisipasi.
“Kita akan membahas secara detil bagaimana solusinya agar ketimpangan ini tidak semakin jauh. Kita akan bahas isu-isu perkotaan, perdesaan, pertanian, dan lain-lain,” lanjutnya.
Iwan mengemukakan, kegiatan ini juga sarat dengan makna-makna sejarah. Kota Bandung dipilih karena dikenal dengan Konferensi Asia Afrika tahun 1955 yang mendunia. Lokasinya pun di tempat paling bersejarah di Kota Bandung, Gedung Merdeka.
“Tanggal 24 September dipilih karena itu adalah hari lahir Undang-undang Pokok Agraria. Dan juga tanggal 25 September adalah hari jadi Kota Bandung,” tuturnya.
Menurut Iwan, Undang-undang Pokok Agraria merupakan sejarah. Aturan yang dikeluarkan tahun 1960 itu menjadi tonggak komitmen pemerintah dalam kebijakan pertanahan.
“Undang-undang Agraria mengamanatkan reformasi di bidang pertanahan, karena pertanahan kita awalnya dijajah dan sekarang harus menjunjung amanat itu,” tegasnya.
Di sisi lain, Konferensi Asia Afrika menjadikan Kota Bandung memiliki alasan yang kuat untuk menyuarakan semangat solidaritas yang digaungkan peristiwa itu. Hal itu sejalan dengan tema GLF tahun ini yaitu keadilan dan perdamaian (United For Land Right Peace and Justice).
“Kota Bandung melahirkan gagasan besar tentang kemerdekaan keadilan perdamaian persaudaraan dan lain-lain melalui KAA. Hal itu yang juga akan kita suarakan di GLF,” tuturnya.***