KILASBANDUNGNEWS.COM – Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bandung, Ema Sumarna mengatakan, data kasus positif Secapa AD tidak masuk ke dalam data kasus Covid-19 Kota Bandung. Pasalnya meski Secapa AD berada di Kota Bandung, tetapi tidak semua warga Kota Bandung. Terlebih, setiap kasus selalu berbasis pada data administrasi.
“Coba bandingkan dengan kasus di Sukabumi. Ketika ada klaster di sana, tidak masuk wilayah Kota Sukabumi. Ini pun sama, karena datanya nasional. Walau saya belum tahu dari 1.280 yang kemarin terekspos, berapa jumlah warga Kota Bandungnya. Sampai saat ini, belum dapat datanya,” kata Ema di Balai Kota Bandung, Kamis (16/7/2020).
Meski begitu Ema mengaku akan mengikuti regulasi. Jika kasus tersebut harus masuk data Kota Bandung maka akan berpengaruh pada zona biru yang saat ini disandang Kota Bandung.
“Kalau misalnya Kota Bandung jadi kuning atau merah, artinya ekonomi yang sudah berjalan aturannya harus ditutup lagi. Ini yang harus diperhatikan juga. Semua label ada regulasinya, proporsionalitas, relaksasinya juga ada aturan,” katanya.
“Ini yang tentunya harus kita cermati dan sikapi. Jangan sampai nanti mempengaruhi psikologi kegiatan ekonomi yang sekarang mulai menggeliat di Kota Bandung,” lanjutnya.
Di luar itu, Ema memastikan akan terus melakukan pelacakan terhadap warga sekitar Secapa AD melalui rapid test. Ada sekitar 600 warga yang akan mengikuti rapid test.
“Itu sudah diberlakukan (Pembatasan Sosial Berskala Mikro) dua hari yang lalu. Sekarang sudah berjalan, ada tiga cek poin yaitu di Jalan Cipaku, Hegarmanah, dan Panorama. Berlaku untuk sekitar 7 RW dan ada penutupan permanen dari pukul 21.00 WIB sampai 05.00 WIB,” katanya.
Menurut Ema, di luar jam penutupan, masyarakat boleh beraktivitas seperti biasa. Namun bagi yang masuk dan keluar di bawah kendali atau kontrol petugas di cek poin.
Terkait warga yang terdampak PSBM, Ema memgatakan masih menunggu informasi berjenjang dari RT, RW, Lurah, hingga Camat. Jika memang ada warga yang membutuhkan, maka akan dibantu.
“Di sana juga sudah bergerak (warga), saling peduli antar masyarakat di sana, apalagi di beberapa lokasi ada yang secara ekonomi sangat luar biasa, sehingga bagaimana kita menyentuh hati kepedulian mereka untuk membantu apabila ada masyarakat yang secara ekonomi harus dibantu,” katanya.
“Kalau untuk sekitar Cisatu, saya pikir di sana masyarakatnya ‘punya’. Mereka mungkin hanya masalah aspek waktu dan mobilitas. Sampai saat ini tidak ada komplain apa pun. Artinya kewilayahan bisa mengomunikasikan kepada masyarakat dengan baik,” imbuhnya. (rls)