Bandung – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menghadirkan dua Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Ramah Disabilitas, Keduanya yaitu UPT Puskesmas Salam Kelurahan Cihapit Kecamatan Bandung Wetan dan UPT Puskesmas Pasirkaliki Kecamatan Cicendo.
Hadirnya dua Puskesmas ramah Disabilitas menjadi bukti komitmen Pemkot Bandung memberikan pelayanan kesehatan yang adil dan merata bagi semua masyarakat tidak terkecuali penyandang disabilitas. Apalagi sejak pada 2017 lalu ibukota provinsi Jawa Barat mencanangkan diri sebagai kota inklusi.
“Ini bukti Pemkot Bandung peduli hak kaum disabilitas sehingga hak kesehatan pun dipenuhi,” ungkap Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana usai meresmikan Puskesmas Ramah Disabilitas di UPT Puskesmas Salam, Senin (12/11/2018).
Setelah peresmian dua layanan kesehatan tingkat pertama ini, lanjutnya, Pemkot Bandung akan mengupayakan 80 Puskesmas yang ada di kota kembang menjadi ramah disabilitas. Akan tetapi, memerlukan tahapan demi tahapan. Mulai dari sisi infrastruktur hingga kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang ada di dalamnya.
“Harus bertahap karena ramah disabilitas bukan hanya soal guiding block (jalan pemandu) saja. Tapi tenaganya juga harus ada bisa jadi interpreter. Teman-teman di dua Puskemas ini pun begitu. Sudah dilatih terlebih dahulu,” terangnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Rita Verita menjelaskan, Puskesmas Ramah Disabilitas merupakan Puskesmas yang mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi penyandang disabilitas.
Untuk mewujudkannya, Dinas Kesehatan Kota Bandung telah mempersiapkan fasilitas bagi para penyandang disabilitas. Di antara, guiding block atau jalan pemandu tunanetra, ramp atau tangga landai untuk tunadaksa, handle atau pegangan tangan, penempatan huruf braille di loket pendaftaran maupun loket obat.
“Insya Allah, kami mengharapkan setiap tahun ada (penambahan jumlah) Puskesmas Ramah Disabilitas. Tujuannya agar penyandang disabilitas dapat secara mandiri datang ke puskesmas tanpa pendamping,” bebernya.
Soal SDM, Rita mengatakan, telah melatih para tenaga pendamping disabilitas (Gapentas) dari dua puskesmas dengan materi pelatihan membaca menulis huruf braile, bahasa isyarat, dan sensitivitas untuk tunanetra.
“SDM juga perlu dipersiapkan sehingga penyandang disabilitas yang datang bisa berkomunikasi aktif dengan petugas kami,” sebut Rita.
Sementara itu, Kepala UPT Puskesmas Salam, Liawaty Tarigan menyebutkan, sebanyak 100-150 pasien per hari datang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Khusus untuk penyandang disabilitas, baru 2-3 orang per hari. Kebanyakan pasien datang dari luar wilayah kecamatan karena posisinya berada di perbatasan.
“Secara infrastruktur sudah memadai. Dinamakan Ramah Disabilitas ini kan harus ramah untuk tunanetra, tunadaksa, tunarungu, tunawicara dan ABK (Anak Berkebutuhan Khusus),” ujarnya.***