KILASBANDUNGNEWS.COM – Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia menyebut saat ini pihaknya masih menerima semua masukan dan usulan terkait pelaksanaan Pemilihan Umum ke depan. Masukan maupun usulan itu bakal ditampung sebelum melakukan kajian terkait revisi Undang-undang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
“Nanti akan kita kajikan secara menyeluruh, secara komprehensif. Kita evaluasi dulu secara keseluruhan apa ekses-eksesnya,” kata Doli di Gedung DPR RI, Jakarta, seperti dilansir CNN Indonesia, Kamis (21/11/2019).
Doli menambahkan, semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 kemarin memang telah menemukan banyak sekali persoalan. Persoalan-persoalan itu juga tak dipungkiri telah terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya.
Untuk saat ini, kata Doli, semua pihak yang hadir dalam rapat Komisi II bersama pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Pemilu pun tengah menggodok rencana strategis yang sekiranya bisa diterapkan ke depan, hasil belajar dari persoalan-persoalan yang sebelumnya muncul dalam Pilkada dan Pemilu.
“Kita beranggapan ya rencana strategis ke depan itu tidak akan ada relevansinya kalau tidak ada perubahan-perubahan yang dasar seperti perubahan UU,” katanya.
Nantinya KPU, Bawaslu, dan DKPP juga akan ikut terlibat dalam proses revisi UU Pemilu. Mengingat undang-undang ini mencangkup semua proses pemilihan di level Pileg, Pilkada, hingga Pilpres.
“Bila memungkinkan mungkin kita jadikan satu rezim, rezim pemilu saja. Jadi rezim pemilu yang terdiri dari Pileg, Pilpres, dan Pilkada bisa dalam satu UU. Itu yang nanti menjadi salah satu yang perlu kita kaji secara mendalam,” kata dia.
Pembahasan soal revisi ini, kata Doli akan dilakukan sebelum masa reses tiba. Sehingga saat awal tahun 2020 nanti revisi UU Pemilu bisa langsung dikerjakan.
“Nanti pada awal masa sidang berikutnya, itu sudah kita bisa jalan, bisa running,” katanya.
Pilkada 2020 Gunakan undang-undang lama
Sementara itu, Doli juga menjelaskan, bahwa untuk Pilkada 2020 yang akan digelar di beberapa daerah, kemungkinan aturan yang digunakan masih menggunakan yang lama, yakni Undang-undang nomor 10 tahun 2016. Sebab undang-undang hasil revisian dipastikan pada tahun depan masih dalam tahap pembahasan.
“(Karena) tahapan (revisi) sudah running, dan kemudian kita juga belum menemukan materi yang sangat substansial untuk dilakukan perubahan,” kata dia.
“Kedua, kalau misalnya nanti kita buka tanpa ada kesepakatan atau kesepahaman dari para stakeholder materinya apa saja, takutnya nanti waktunya cukup lama, bisa mengganggu tahapan yang sudah berjalan,” ujar Doli.***