KILASBANDUNGNEWS.COM – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan merupakan bentuk kezaliman di tengah kesulitan rakyat menghadapi pandemi virus corona (Covid-19). Menurut dia, keputusan tersebut tidak bijaksana.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan, Presiden Joko Widodo memutuskan menaikkan kembali iuran BPJS yang akan berlaku Juli 2020.
Keputusan ini diambil tak lama setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen yang diberlakukan Jokowi mulai Januari lalu.
“Keputusan itu merupakan bentuk kezaliman yang nyata dan hanya lahir dari pemimpin yang tidak merasakan penderitaan rakyat,” kata Din kepada CNNIndonesia.com melalui keterangan tertulis, Jum’at (15/5).
Din berpendapat menaikkan iuran BPJS Kesehatan saat ini semakin menambah kesusahan rakyat. Oleh karena itu, ia meminta agar Jokowi dapat menarik kembali keputusannya.
“Kita menuntut pemerintah untuk menarik kembali keputusannya, karena kalau dipaksakan maka rakyat dapat melakukan pengabaian sosial,” tuturnya.
“Patut dipertanyakan mengapa BPJS sering berhutang kepada rumah sakit. Ke mana uang rakyat selama ini? Jika benar uang itu dipakai untuk proyek infrastruktur, maka itu dapat dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap rakyat,” ujarnya lagi.
Perpres 64 Tahun 2020 menyebutkan bahwa Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp150.000 dari saat ini Rp80.000. Iuran peserta mandiri Kelas II Rp100 ribu, dari sebelumnya Rp51 ribu. Hal ini berlaku mulai Juli 2020.
Selain itu, iuran peserta mandiri Kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu. Namun, ada subsidi Rp16.500 hingga 2021 sehingga yang dibayarkan tetap Rp25.500.
Pada 2021, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp7000. Walhasil, iuran BPJS Kesehatan Kelas III mencapai Rp35.000.
Sementara, pada Perpres 75 Tahun 2019 yang dibatalkan MA, iuran Kelas I Rp160 ribu, Kelas II Rp110 ribu, dan Kelas III Rp42ribu. (CNN)