Bandung – Pemerintah Kota (Pemkot) bertekad menjaga dan memelihara kesehatan 2,4 juta warganya. Di antaranya melindungi warga dari bahaya gizi buruk dan stunting.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan (Dinskes) Kota Bandung Henny Rahayu mengungkapkan, Pemerintah Kota Bandung berupaya melindungi warga terhadap kedua masalah gizi itu dari hulu hingga ke hilir.

“Kita merancang program antisipasi dan pencegahan gizi buruk sejak jauh sebelum kehamilan hingga setelah bayi lahir. Karena persoalan gizi ini kompleks dan panjang,” ucapnya kepada Humas Kota Bandung, Jumat (25/1/2019).

Henny menyebutkan, ada tiga kelompok rentan terkena masalah gizi, yaitu bayi, balita, dan ibu hamil. Oleh karena itu penanganan masalah harus secara menyeluruh.

Ada tiga faktor yang membuat bayi, balita, atau ibu hamil kekurangan gizi. Henny memaparkan, faktor pertama adalah faktor ekonomi. Ketidakmampuan keluarga untuk membeli makanan dengan gizi yang cukup bisa menyebabkan ketiganya kekurangan gizi.

Selain itu, faktor lingkungan juga berdampak besar bagi keterpenuhan gizi, terutama soal kebersihan. Prinsipnya, lingkungan yang sehat akan membuat penghuni turut sehat.

“Kalau bayi, balita, atau ibu hamil misalnya terkena bakteri dari lingkungan yang kotor, air yang tidak bersih, bisa kena infeksi. Dampaknya bisa kena diare. Diare terus menerus itu bisa membuang gizi-gizi dari makanan yang seharusnya diserap oleh tubuh,” papar Henny.

Faktor ketiga adalah pendidikan dan pola asuh. Hal ini bisa terjadi apabila orang tua tidak secara penuh memperhatikan tumbuh kembang anaknya.

“Biasanya kasusnya kalau anaknya diasuh oleh asisten. Kalau orang tua kan kalau anak enggak mau makan makanan sehat akan mengupayakan agar tetap bisa masuk bagaimanapun caranya. Kalau oleh asisten bisa jadi anak nggak mau makan, dibiarkan. Atau dikasih makanan lain yang kesehatannya tidak terjamin biar anaknya diam,” ujarnya.

Oleh karena itu, untuk menjaga agar tidak terjadi gizi buruk, Dinkes Kota Bandung melancarkan empat program komprehensif sejak para calon ibu masih remaja hingga setelah anak lahir sampai beranjak balita. Program tersebut dimulai dengan pemberian vitamin penambah zat besi kepada siswi SMP dan SMA setiap seminggu sekali selama satu tahun.

“Untuk mempersiapkan wanita usia subur dan tidak menjadi ibu hamil kurang gizi kita memberikan tablet tambah darah di remaja putri SMP dan SMA, terutama yang memiliki gejala anemia,” papar Henny.

Selain itu, Dinkes Kota Bandung bekerja sama dengan Kantor Kementerian Agama Kota Bandung mengedukasi tentang kesehatan ibu dan anak kepada para calon pasangan yang akan menikah. Setiap ada yang mendaftar ke Kantor Urusan Agama (KUA), Dinkes akan memberikan penyuluhan.

“Kita berikan edukasi untuk calon pengantin, untuk calon ayah dan calon ibu untuk mempersiapkan kehamilannya, mencegah stunting,” imbuhnya.

Tak cukup hanya di situ, Dinkes melalui UPT Puskesmas di seluruh kecamatan juga membuka kelas ibu hamil dan ibu balita. Rata-rata, setiap ibu hamil yang memeriksakan kandungannya ke Puskesmas akan menerima 3 kali pertemuan tentang berbagai materi kehamilan. Mulai dari soal kehamilan, cara membuat makanan bayi dan balita, hingga senam ibu hamil.

“Materinya disesuaikan dengan usia balita atau usia kehamilan. Di awal ada perkenalan tentang kehamilan. Menjelang kelahiran, biasanya ada senam ibu hamil. Dan itu semua gratis,” ungkap Henny.

Sementara itu, jika ada kasus bayi, balita, atau ibu hamil yang kurang gizi, Dinkes Kota Bandung akan memberikan makanan tambahan selama tiga bulan atau sampai gizi pasien normal kembali.

“Mereka akan diberikan makanan tambahan secara gratis. Biasanya kita berikan biskuit yang dari pemerintah pusat. Tapi kami selalu mendorong agar makanan tambahan itu dibuat sendiri oleh kader dan diantar kepada pasien gizi kurang. Seperti yang dilakukan oleh Omaba (Ojek Makanan Balita),” jelasnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.