Jakarta – Pemerintah menargetkan angka defisit pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 bisa ditekan kurang dari 2 persen dari Gross Domestic Product (GDP). Hal tersebut dilakukan dengan asumsi GDP tahun depan naik cukup besar yaitu di atas Rp16.000 triliun.
Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati usai Sidang Kabinet Paripurna tentang Ketersediaan Anggaran dan Pagu Indikatif Tahun 2018, serta Prioritas Nasional Tahun 2019 di Istana Negara, Jakarta, Senin (9/4/2018) sore.
“Maka kita harus secara hati-hati menetapkan target untuk pajak, yaitu tax ratio-nya maupun defisitnya,” kata Menkeu.
Pemerintah, lanjutnya, akan berusaha mendesain RAPBN 2019 dengan tetap memberikan stimulus dan support terhadap perekonomian dan perbaikan sosial. Stimulus yang diberikan tidak akan menciptakan beban yang terlalu besar sehingga menimbulkan pengaruh terhadap persepsi maupun kredibilitas dari APBN.
Sri Mulyani menargetkan, untuk tahun 2019 total penerimaan negara akan meningkat antara 7,6 persen hingga 13 persen. Sementara dari sisi belanja negara untuk belanja pemerintah pusat akan naik sekitar 7,3 persen.
“Dan untuk belanja ke daerah termasuk untuk transfer Dana Desa akan didesain ada kenaikan sekitar 8,3 persen,” paparnya seperti dikutip dari prfmnews.com.
Menurut Menkeu, hal tersebut masih dalam hitungan pagu indikatif. Anggaran belanja untuk kementerian/lembaga lebih dari Rp 823 triliun yang diprioritaskan untuk pendidikan, kesehatan, vokasi dan sosial.
“Alokasi infrastruktur, terutama untuk kementerian seperti Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan akan tetap dilakukan pada level yang relatif konstan. Namun kementerian tersebut sekarang akan melakukan berbagai macam inisiatif melalui KPPU, sehingga anggaran untuk belanja modalnya akan tetap meningkat. Sedangkan ruang fiskalnya akan dipakai lebih banyak kepada belanja sosial dan pendidikan,” jelasnya. ***