KILASBANDUNGNEWS.COM – Besarnya harapan untuk kembali hidup normal di masa pandemi COVID-19 makin didambakan oleh masyarakat. Namun hal tersebut tidak sejalan dengan capaian vaksinasi COVID-19 di Jawa Barat yang masih tergolong rendah.
Hal ini disampaikan oleh sejumlah pihak dalam webinar bertajuk ‘Problematika dan Efektivitas Vaksinasi di Jawa Barat’ yang diselenggarakan Pemuda Katolik Komda Jabar.
Ketua Pemuda Katolik Komda Jabar Edi Silaban mengatakan dalam perjalanan vaksinasi muncul berbagai problematika di tengah masyarakat. Mulai dari cairan vaksin tidak dimasukkan ke tubuh, hoaks vaksinasi massal gratis, sentra vaksin yang sulit dijangkau hingga pasokan vaksin yang bertahap.
Problem lain, kurangnya sentra vaksin di wilayah yang pasti terdapat mobilitas tinggi seperti kawasan Bogor dan Bekasi yang warganya berkarakter komuter sebagai penyangga ibukota negara.
“Sementara Bandung sebagai jantung ibu kota yang cenderung tergerak mengikuti vaksinasi, ada pula Karawang dan Pantura sebagai kawasan industri dengan mobilitas industrial yang tinggi mestinya penurunan mobilitas yang sudah mencapai 10 persen dapat lebih ditekan lagi,” kata Edi dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Minggu (1/8/2021).
Edi mengungkapkan per 24 Juli, Jawa Barat baru merealisasikan vaksin 13 persen atau sekitar 5,1 juta jiwa. “Capaian 13 persen vaksinasi di Jawa Barat masih jauh dari tujuan ‘herd immunity’,” ungkapnya.
Menurutnya, untuk mempercepat penurunan pandemi COVID-19 diperlukan cakupan imunisasi sebesar 70 persen. Hal itu agar ‘herd immunity’ segera tercapai.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Jawa Barat Marion Siagian mengatakan, total sasaran vaksinasi di Jawa Barat mesti mencapai 37.907.814 dari kategori Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK), Pelayan Pubik, Masyarakat Rentan, Umum & Remaja.
“Realisasi vaksinasi di Jabar pada dosis pertama sudah mencapai 5.742.015 vaksin (15,15 persen), sedang pada dosis kedua baru mencapai 2.669.693 (7,04 persen),” ujarnya.
Marion menjelaskan, saat ini vaksinasi sudah memasuki pelaksanaan tahap tiga dan diperlukan upaya percepatan khususnya untuk kelompok lansia serta diperlukan upaya ekstra.
“Peningkatan jumlah kasus mengakibatkan harus dilakukan percepatan-percepatan vaksinasi di beberapa daerah yang perlu dukungan semua pihak yaitu TNI/Polri, UPT Vertikal, Ormas, LSM, serta berbagai pihak swasta,” jelas Marion.
Ketua Gemabudhi Jawa Barat Daryanto menyebut berbagai persoalan vaksinasi muncul seperti minimnya edukasi baik dari pemerintah maupun dari stakeholder terkait. Selain itu, menurutnya koordinasi antar instansi masih berjalan masing-masing.
“Sebenarnya saya tidak setuju dengan sentra vaksinasi yang berubah gitu. Jadi kita ditetapkan di dalam satu tempat seperti itu jadi misalkan di mall menjadi sentra vaksin. Tapi ketika masuk vaksin keduanya masyarakat bingung,” ujar Anggota Komisi VI DPRD Kota Bekasi itu.
Senada dengan hal tersebut, Ketua Peradah Jawa Barat Nyoman Iweg mengaku masih kesulitan dengan segala upaya koordinasi sinergi antara lembaga, badan ataupun instansi pemerintahan. Iweg memandang perlu ada perubahan pada sistem yang ada di pemerintahan khususnya untuk mempercepat distribusi vaksin.
“Kami menemukan bahwa mereka enggan untuk divaksin itu terutama karena merasa bahwa vaksin itu bukan solusi. Kedua, banyak orang pun yang sudah yang sudah melakukan vaksin dan bercerita bahwa ketika vaksin proses cukup lama karena ketika mereka datang dari pagi berbondong-bondong dari jam 6 jam 7 lalu baru selesai sore,” tuturnya.
Ketua PW GP Ansor Jawa Barat Deni Ahmad Haidar menilai, banyak orang yang tidak memiliki kompetensi kesehatan tiba-tiba berfatwa soal kesehatan. “Giat kami makin serius melakukan sosialisasi, ikhtiar kita melakukan edukasi terhadap saudara kita harus kita supaya mereka mau divaksin. Tentu juga pemerintah harus menyiapkan, jangan sampai nanti masyarakatnya sudah oke mau di vaksin namun vaksinnya euweuh (enggak ada), ” kata Haidar.
Selain itu, Ketua PW Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat Reza Arfah menilai terdapat beberapa persoalan yaitu pentingnya pendekatan promotif dan preventif dibanding dengan pendekatan praktis. “Mendorong masyarakat percaya pada ilmu akademi kesehatan, memperkaya literasi edukasi, pentingnya dialog ke rumah dan saung saung RT atau RW sampai pada program vaksin door to door ke rumah warga,” paparnya.
“Jangan pernah mempertentangkan ekonomi dan kesehatan bagaimanapun juga ekonomi tidak akan berjalan tanpa sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas bagaimanapun juga kesehatan dan hak paling dasar untuk ekonomi yang lebih kuat kemajuan,” pungkasnya. (Sumber: news.detik.com)