KILASBANDUNGNEWS.COM – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat pada akhir perdagangan minggu lalu pada Jumat (13/10/2023) di level 6.926 atau naik 0,76 persen.

Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Dimas Krisna Ramadhani mengatakan, meski menguat, namun IHSG belum mampu untuk kembali ditutup di atas MA20-nya.

“Hal ini mengindikasikan tren jangka pendek yang masih cenderung melemah,” terang Dimas, Senin (16/10/2023).

Dimas menjelaskan penguatan IHSG pada minggu lalu tertopang sektor IDX Infrastructure dan IDX Energy yang menjadi top gainers. Movers IDX Infrastructure adalah JSMR yang naik 10% dalam seminggu terakhir, sehubungan dengan adanya sentimen perihal aksi korporasi, dimana sovereign wealth fund asal Indonesia dan Singapura yakni INA dan Singapore GIC Pte Ltd berencana untuk mengakuisisi 35% saham di Jasamarga Transjawa Tol sebagai bagian strategi pendanaan berbasis equity oleh perusahaan yang akan digunakan untuk pendanaan jangka panjang perusahaan.

Sementara itu sektor yang menyandera laju IHSG sekaligus menjadi top losersnya pada minggu lalu yakni IDX Techno dan IDX Non-Cyclical. Di sektor IDX Techno ada GOTO yang turun hingga -20% dalam seminggu terakhir, sementara itu di sektor IDX Non-Cyclical ada INDF, UNVR, ICBP yang masing-masing turun -2%, -3%, dan -5% yang disebabkan aksi jual investor asing. UNVR dijual 38 Bio, ICBP 30 Bio, dan INDF 29 Bio.

Menurut Dimas, ada 3 sentimen yang memengaruhi market pada minggu lalu yakni tingkat inflasi AS pada September, GOTO breakdown support 80 dan Yield 10 yr US Treasury. Inflasi tahunan AS untuk September tetap sama dibandingkan dengan bulan sebelumnya di level 3,7% atau lebih tinggi dari konsensusnya yang berada di level 3,6%.

“Inflasi ini masih jauh dari target The Fed di 2%, sehingga memungkinkan The Fed untuk tetap menjalankan kebijakan suku bunga ketatnya untuk waktu yang lebih lama,” terangnya.

Sementara itu terkait sentimen GOTO, dalam seminggu terakhir turun 20% setelah perusahaan menyelesaikan aksi korporasi private placement senilai Rp 1,53 triliun pada 10 Oktober lalu.

“Harga pelaksanaan dilakukan di Rp90 per lembar. Dana hasil PP ini akan digunakan emiten untuk pelunasan melalui konversi utang di masa yang akan datang, jika ada, dan/atau mendukung kebutuhan modal kerja perseroan,” kata Dimas.

Sentimen terakhir minggu lalu yakni yield obligasi berjangka 10 tahun AS yang turun dari level 4,79% ke level 4,62% karena investor mencari safe asset di tengah konflik geopolitik perang Israel-Palestina.

“Yield obligasi berkorelasi negatif dengan pergerakan pasar saham dan inilah yang membuat kenaikan indeks saham dalam seminggu terakhir.”

Dimas menyebutkan ada tiga sentimen yang wajib diperhatikan trader pada minggu ini yakni neraca dagang Indonesia pada September, DG BI Rate dan PDB China Q3. Sentimen kedua pada minggu ini yang wajib dipantau yakni RDG BI Rate. Pada minggu ini tepatnya Kamis 19 Oktober BI akan melakukan RDG untuk menentukan tingkat suku bunga.

“Sementara itu terkait sentimen PDB China Q3, jelasnya, pada Rabu ini China akan merilis data GDP tahunannya untuk Q3 tahun ini. Dalam 3 kuartal terakhir trendnya naik dan berdasarkan konsensusnya data GDP China untuk Q3 ini akan berada di level 4,4% atau lebih rendah dari capaian GDP Q2 yakni 6,3 persen,” pungkasnya. (Parno)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.