KILASBANDUNGNEWS.COM – Bagi yang biasa mendaki gunung, pastinya sudah tidak asing lagi dengan yang namanya Edelweiss (Anaphalis javanica). Bunga yang tumbuh di ketinggian gunung pada zona Alpina atau montana.
Sudah sejak lama menjadi pelambang cinta yang abadi. Hamparan padang Edelweiss memang terlihat begitu menggoda dan cantik tumbuh bergerombol saat berbunga.
Edelweiss tergolong tumbuhan langka dan dilindungi. Karenanya setiap pendaki gunung dilarang merusak dan mengambil atau memetiknya. Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) yang berada di wilayah Kuningan, Cirebon dan Majalengka, merupakan salah satu kawasan konservasi yang ditumbuhi hamparan Edelweiss yang indah pada bagian puncaknya.
Menurut Ketua Penyelenggara Festival Edelweiss, Vedi Sumantri, event ini merupakan salah satu upaya untuk menumbuhkan kesadaran akan konservasi alam, khususnya tumbuhan Edelweiss.
“Apalagi sebagaimana kita ketahui, beberapa waktu lalu kawasan gunung Ciremai mengalami kebakaran. Dan salah satu yang ikut terbakar hamparan habitat tumbuhan Edelweiss. Hal ini juga terjadi pada beberapa gunung lainnya di Indonesia yang juga mengalami kebakaran hutan dan lahan,” kata Vedi melalui pesan WhatsApp.
Mengingat hal tersebut dan sebagai bentuk upaya konservasi Edelweiss di Bumi Perkemahan Cidewata TNGC, Kecamatan Rajagaluh, Kabupaten Majalengka, pada 19-20 Oktober 2019, akan digelar Festival Edelweiss. Suatu festival yang akan mengajak setiap orang untuk menumbuhkan kesadaran konservasi yang dibalut melalui kegiatan seni dan budaya.
Vedi Sumantri juga mengatakan, beberapa seniman dan budayawan akan tampil menyajikan karya-karya bertema Alam dan Edelweiss. Sebuah koreografi kontemporer Ritus Mapag Indung: tarian artifisial yang menceritakan translokasi ‘Indukan Edelweiss’ dari habitat semula ke lahan konservasi.
“Kita juga akan ada kegiatan Planting Edelweiss, sebuah prosesi bersama-sama menanam bibit Edelweiss ke sebuah demplot/kavling yang kemudian lahan tersebut, diharapkan kemudian dapat menjadi magnet utama sebagai daya tarik wisata alam,” kata Vedi.
Menariknya, setiap bibit Edelweiss yang ditanam oleh peserta festival akan diberi nama sesuai dengan nama masing-masing penanam. Baik itu perorangan maupun komunitas.
Menurut Vedi Sumantri, para traveller, khususnya millenial wajib hadir pada festival ini. Dijaminn lokasi acara dan setingan venue, sudah pasti instragamable. Cocok untuk tempat foto-foto sambil menikmati keindahan bentang alam Cidewata. Selain itu, juga akan mendapatkan pengalaman baru tentang bagaimana konservasi alam dikemas dalam sajian seni pertunjukkan dan menghirup atmosfir yang puitis di Festival Edelweiss.
Ada acara yang bisa dinikmati pengunjung selama dua hari kegiatan: pertunjukkan tari, musik, teatrikal, seni rupa, pameran fotografi, workshsop batik dan konservasi, community gathering, api unggun, sarasehan dan camping.
Dalam sharing session dan talkshow, selain akan dihadiri oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno dan Bupati Majalengka, Karna Sobahi, serta para pegiat wisata dan alam, komunitas dan budayawan, juga menampilkan para influencer kegiatan alam terbuka dan sekaligus penjelajah dari program Jelajah 54 Taman Nasional Indonesia: Medina Kamil, Chintya Tengens, Harley B. Sastha dan Tyo Survival.
Kepala Balai TNGC, Kuswandono, mengatakan, Edelweiss merupakan bunga abadi yang tak pernah layu, hanya hidup pada kondisi tertentu. Namun, memberi semangat yang abadi, untuk saling menjaga dan berbagi inspirasi.
“Festival Edelweiss adalah bentuk kristalisasi tersebut dalam sinergi budaya, konservasi untuk manfaat berkelanjutan dan kesemimbangan di muka bumi,” kata Kuswandono melalui pesan WhatsApp.***