KILASBANDUNGNEWS.COM – Setiap tanggal 10 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) dan tanggal 10 Oktober 2021 adalah HKJS yang ke-27.
WHO memilih tema “Mental health care for all: let’s make it a reality” . Pertimbangan memilih tema ini karena kesehatan jiwa merupakan masalah yang universal dan banyak dialami masyarakat.
Data WHO memperlihatkan 75 – 95 persen orang dengan gangguan jiwa di negara berpenghasilan rendah dan menengah belum dapat mengakses layanan kesehatan jiwa. Hal ini terjadi karena kurangnya investasi pada kesehatan jiwa, stigma, dan diskriminasi juga berkontribusi pada kesenjangan pengobatan.
Menurut Teddy Hidayat, Dokter Spesialis Kejiwaan RS Melinda 2 dan juga Kepala Program Studi Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Unpad, stigma dan diskriminasi tidak hanya berdampak pada kondisi kesehatan orang dengan gangguan fisik dan kejiwaan tetapi juga pada keluarganya dan kurangnya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan.
“Pandemi berdampak sangat besar terhadap kesehatan jiwa masyarakat. Kasus depresi dan ansietas meningkat signifikan, lebih dari 60% orang mengalami gejala depresi dan ansietas, lebih dari 70% orang mengalami gangguan stres pasca trauma. Survei WHO pada pertengahan 2020 menyatakan bahwa 60% layanan gangguan mental, neurologis, dan penggunaan narkoba terganggu,” ucapnya.
Teddy mengatakan, HKJS tahun ini merupakan momentum untuk mengkampanyekan bahwa semua orang berhak mendapatkan layanan kesehatan jiwa.
“Perlunya upaya bersama dari berbagai pihak untuk mencegah dan mengendalikan masalah kesehatan jiwa,” kata Teddy, Senin (18/10/2021).
Depresi merupakan gangguan mental yang umum dan menjadi salah satu penyebab utama disabilitas (burden) di seluruh dunia. Secara global, diperkirakan 264 juta orang terkena depresi dan wanita ebih banyak dari pada pria.
Depresi ditandai dengan kesedihan, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau rendah diri, gangguan tidur atau nafsu makan, kelelahan, dan konsentrasi yang buruk, memiliki banyak keluhan fisik tanpa penyebab fisik yang jelas.
Depresi dapat berlangsung lama atau berulang, secara substansial mengganggu kemampuan orang untuk berfungsi di tempat kerja atau sekolah dan untuk mengatasi kehidupan sehari-hari. Pada tingkat yang paling parah, depresi dapat menyebabkan bunuh diri.
Program pencegahan telah terbukti mengurangi depresi, baik untuk anak-anak (misalnya melalui perlindungan dan dukungan psikologis setelah kekerasan fisik dan seksual) dan orang dewasa (misalnya melalui bantuan psikososial setelah bencana dan konflik).
Ada juga perawatan yang efektif. Depresi ringan hingga sedang dapat diobati secara efektif dengan terapi bicara, seperti terapi perilaku kognitif atau psikoterapi. Antidepresan dapat menjadi bentuk pengobatan yang efektif untuk depresi sedang hingga berat tetapi bukan pengobatan lini pertama untuk kasus depresi ringan. Mereka tidak boleh digunakan untuk mengobati depresi pada anak-anak dan bukan pengobatan lini pertama pada remaja, di antaranya mereka harus digunakan dengan hati-hati.
Penatalaksanaan depresi harus mencakup aspek psikososial, termasuk mengidentifikasi faktor stres, seperti masalah keuangan, kesulitan di tempat kerja atau kekerasan fisik atau mental, dan sumber dukungan, seperti anggota keluarga dan teman. Pemeliharaan atau pengaktifan kembali jaringan sosial dan aktivitas sosial adalah penting. (Parno)