KILASBANDUNGNEWS.COMĀ – Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil mengatakan enggan merevisi poin ke-7 tentang Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat No. 561/Kep.983-Yanbangsos/2019 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Tahun 2020, walaupun serikat/organisasi buruh memprotes poin tersebut.
“Enggak mau, sudah cukup itu,” kata Ridwan Kamil di Gedung Pusdai Jawa Barat, Kota Bandung, seperti dilansir Antaranews, Senin (2/12/2019).
Buruh menilai ada yang rancu dalam penetapan SK Gubernur Jawa BaratĀ terkait UMK Tahun 2020 yakni poin ke-7 terkait penangguhan penerapan UMK.
Dalam poin ketujuh huruf “d” tertulis bahwa dalam hal pengusaha termasuk industri padat karya tidak mampu membayar Upah Minimum Kabupaten/Kota 2020 sebagaimana dimaksud pada Diktum Kedua, pengusaha dapat melakukan perundingan bipartit bersama pekerja/buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh di tingkat Perusahaan dalam menentukan besaran upah, dengan persetujuan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.
Serikat buruh menyatakan walaupun dikhususkan untuk industri padat karya atau bagi perusahaan yang tidak mampu, mereka tidak tahu parameter perusahaan yang tidak mampu seperti apa.
Selain itu, serikat buruh juga menilai penangguhan hanya melalui persetujuan Disnakertrans Jawa Barat, padahal di aturan lebih tinggi harusnya oleh Gubernur Jawa barat.
Menyikapi hal tersebut, Ridwan Kamil menjelaskan pada poin ke-7 tersebut ada kalimat perlindungan khusus untuk industri padat karya untuk melakukan negosiasi upah dengan biparti.
“Jadi tanpa harus ada ancaman macam-macam yang nanti akan dilindungi dan disetujui Pemprov Jawa Barat,” kata dia.
Menurut dia, langkah Pemprov Jawa Barat yang mengeluarkan surat keputusan atau surat edaran terkait penetapan UMK, aksi unjuk rasa dari buruh akan tetap ada.
“Apa pun suratnya mau SK atau SE, demo mah pasti ada, jadi jangan digeser subtansi-nya bahwa akan bersih dari demo. Pengalaman enam tahun jadi kepala daerah apapun keputusannya tetap ada demo,” kata Ridwan Kamil.***