KILASBANDUNGNEWS.COM – Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana meninjau produsen tahu, Pabrik Tahu Talaga Yun Sen yang masih beroperasi di saat produsen tahu melakukan mogok produksi, Jumat (28/5/2021). Selama tiga hari, 28 hingga 30 Mei 2021, sejumlah produsen tahu mogok produksi karena harga bahan baku kedelai yang mengalami kenaikan.
Didampingi Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Bandung, Elly Wasliah, Yana mengatakan, Pabrik Tahu Talaga Yun Sen masih berproduksi untuk memenuhi komitmen pesanan konsumen dari luar Kota Bandung. “Jadi produksinya juga terbatas, bukan berarti tidak solider,” katanya usai peninjauan.
“(Tempat produksi tahu) semua rata-rata tutup. Jadi ini juga bukan tidak solider yah, tapi karena ada komitmen terutama ke Jakarta. Pesanan-pesanan dari pelanggannya. Sedangkan ke pasaran juga tetap tidak bisa memenuhi,” lanjutnya.
Berdasarkan laporan, ia mengatakan, ketersediaan stok kedelai impor masih ada. Namun harganya mengalami kenaikan dari tren harga global di luar negeri.
“Karena Amerika sebagai penghasil kedelai utama dunia itu belum panen. Berdasarkan informasi, ada pesanan yang luar biasa dari China ke Amerika itu sangat banyak. Ini juga mungkin supply demand, sehingga harga globalnya naik,” katanya.
Menurut Yana, hal tersebut merupakan siklus yang terus berulang. Ia pun berpikir salah satu solusinya harus bisa swasembada. Karena harga kedelai lokal lebih mahal dibanding kedelai impor.
“Karena paling kita 5 persen produk lokal, 95 persen dari luar negeri. Itu pasti siklus seperti ini bisa berulang, karena kita sangat bergantung dari pihak luar. Tapi itu kebijakannya dari pusat,” ucapnya.
“Tapi mungkin saja, Buruan SAE kita buat tematik kedelai misalnya. Mudah-mudahan bisa cari formulanya ke Dinas terkait. Mungkin kita akan coba supaya belajar, ada pengalaman kita untuk upaya mengantisipasi siklus berulang ini,” tambahnya.
Sementara itu, pemilik Pabrik Tahu Talaga Yun Sen, Ahmad Hendra Gunawan mengatakan, sebelumnya jika terjadi mogok produksi pihaknya selalu ikut. Hari ini produksinya untuk memenuhi pesanan yang masuk dan sudah dibayar, terutama pesanan dari luar Kota Bandung.
“Sebetulnya kita biasanya ikutan, maksudnya bukan tidak solider. Kami juga tutup pintu depan, supaya orang tahu kalau kita memang tidak jualan. Jadinya ini hanya khusus pesanan saja yang sudah pesan,” katanya.
“Lagipula pemberitahuannya datang tidak sampai ke kami langsung. Saya dapatnya dari WA teman itu juga sudah malam. Kacang kedelainya sudah direndam juga,” ucapnya.
Ahmad mengatakan, masih harus berkoordinasi kembali terkait produksi tahu untuk pesanan ke luar Kota Bandung diperbolehkan atau tidak. Karena pihaknya memiliki juga konsumen khusus ke pelanggan langsung, restoran, supermarket, dan yang datang langsung ke lokasi.
“Saya masih belum tahu besok produksi atau tidak, harus ngobrol dulu. Saya takutnya kena denda atau bagaimana. Sedangkan pesanan juga apakah bisa dibatalkan atau bagaimana nantinya,” katanya.
Sementara itu, Kepala Disdagin Kota Bandung, Elly Wasliah mengatakan, terkait swasembada kedelai, Ia pun berharap Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementrian Pertanian sudah bisa ke arah sana, minimal dapat mengurangi impor.
“Harga (kedelai) lokal yang lebih mahal karena mungkin dari aspek produksinya, biaya produksi lebih mahal, tapi jelas karena kami bukan sentra produksi kedelai lokal, kedelai lokal itu dari Madiun,” katanya.
“Dari Madiun ini adalah organik, harganya lebih mahal karena bisa dibilang lebih sehat. Untuk yang impor di sini (Pabrik Tahu Talaga), tahunya dijual Rp 3.500, sedangkan yang organik Rp 5.500 jadi beda Rp 2.000,” ungkapnya.
Terkait kenaikan harga kedelai, Elly mengatakan, saat ini harga kedelai impor berkisar antara Rp 10.300 – Rp 10.700 per kg, sebelumnya Rp 9.700. Karena hal tersebut Disdagin juga telah berdiskusi dengan Paguyuban Perajin Tahu Tempe.
“Ya intinya kami sudah mengimbau sebaiknya tidak mogok, tetapi katanya mogok ini ditujukan untuk memberitahukan kepada konsumen bahwa ada kenaikan harga nantinya setelah mogok ini,” katanya.
“Lebih ke arah akan bentuknya atau besarnya tetap, tapi harganya naik Rp500 per bungkus atau naiknya 10 sampai 15% mulai Senin (31/5). Karena kalau diperkecil harganya tetap lebih tidak efektif karena harus lagi bikin cetakan, terus plastiknya juga,” katanya. (rls)