KILASBANDUNGNEWS.COM – Jajaran Kepolisian Sektor Bangko, Kabupaten Rokan Hilir, Riau, menangkap seseorang berinisial SP yang diduga pembakar lahan dan hutan di Dusun Rejo, Kecamatan Pekaitan, Rabu (6/11).
Seperti dilansir CNN Indonesia, Kamis (7/11/2019) dari Antara, SP yang juga guru itu tertangkap tangan membakar lahan oleh polisi yang sedang berpatroli di kawasan Kecamatan Pekaitan. Saat tiba di lokasi sumber asap, personel polsek Bangko mendapati lahan perkebunan sawit seluas sekitar 1,5 hektare sedamg terbakar.
SP pun tertangkap tangan di sana karena diduga membakar lahan. Polisi pun meminta keterangan saksi lain yang memperkuat aksi pembakaran lahan tersebut.
Saat ditanya, SP mengaku lahan itu bukan miliknya, melainkan lahan milik rekannya. SP mengaku hanya meminjam lahan tersebut dan membakarnya untuk menanam padi.
SP pun dibawa ke Polsek Bangko guna penyelidikan lebih lanjut dengan barang bukti berupa sebuah korek api warna merah.
Aparat kepolisian sendiri telah mengimbau warga untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar karena hal itu adalah pelanggaran hukum.
Pada September lalu Polsek Bangko juga pernah mengamankan seorang pelaku berinisial RR yang melakukan pembakaran lahan di daerah Kampung Medan, Kecamatan Bangko.
Bupati Rokan Hilir Suyatno juga mengecam keras aksi pembakaran hutan dan lahan yang telah banyak menimbulkan kerugian.
Saat ini status siaga Karhutla di Provinsi Riau telah dicabut seiring minimnya titik api dan kebakaran lahan di daerah itu.
Di wilayah Riau sendiri, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menghabiskan anggaran dana hingga Rp486,66 miliar untuk penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Anggarannya sangat besar terutama untuk TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca) untuk hujan buatan, dan untuk bom air (water bombing),” kata Kepala BNPB Doni Monardo usai memberikan kuliah umum di aula kampus FISIP Universitas Riau (UNRI), Pekanbaru, Selasa (5/11).
Ia menjelaskan BNPB setiap tahun menyiapkan dana siap pakai atau yang kerap disebut dana on call, yang bisa digunakan untuk kedaruratan. Untuk kasus karhutla, dana tersebut digunakan mulai dari upaya pencegahan, sosialisasi sampai dengan penanggulangan.
Pemprov Riau menetapkan status siaga darurat karhutla sejak 19 Februari 2019 selama sekitar selama sembilan bulan dan baru saja berakhir pada 31 Oktober lalu. Berdasarkan data di situs Sipongi milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, karhutla di Provinsi Riau selama 2019 mencakup area seluas 75.871 hektare (ha), jauh lebih luas dibandingkan cakupan karhutla tahun sebelumnya.
Pada 2017 dan 2018 kebakaran hutan dan lahan di Riau berturut-turut mencakup area seluas 6.866 ha dan 37.236 ha.
Plt Kapusdatin dan Humas BNPB, Agus Wibowo membenarkan dana on call yang digunakan selama status siaga darurat karhutla di Riau. Dana sekitar Rp468,66 miliar itu paling banyak dihabiskan untuk operasi udara.
“Operasi udara kurang lebih Rp400 miliar,” katanya.
Operasi udara tersebut adalah bantuan sewa delapan helikopter yang digunakan untuk patroli dan pemadaman api dari udara dengan menjatuhkan bom air (water bombing/WB) di Riau. Total ada 169,57 juta liter air yang sudah dijatuhkan selama operasi heli WB.
“Satu jam heli WB bisa Rp200-300 juta,” ujar Agus Wibowo.
Kemudian dana yang habis untuk Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sekitar Rp30 miliar. Operasi untuk menghasilkan hujan buatan ini menggunakan pesawat TNI AU dan teknologi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan cara menebar garam. Proses yang disebut menyemai awan tersebut telah menebar 228.916 kilogram garam di langit Riau.
Selain itu, ada pendanaan untuk operasi darat yang menghabiskan kurang lebih Rp38,66 miliar. BNPB pada tahun ini mengerahkan 6.259 personel untuk operasi darat selama siaga darurat karhutla di Riau.***