KILASBANDUNGNEWS.COM – Kalangan perbankan merespons permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menurunkan suku bunga kredit.
Sebelumnya, Jokowi meminta suku bunga kredit turun lantaran Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunga acuan sebesar 100 basis poin (bps) dalam empat tahapan sejak awal tahun. Selain itu, bank sentral negara lain juga telah menurunkan suku bunga kredit.
“BI rate sudah turun, bank-nya belum. Ini saya tunggu,” kata Jokowi beberapa waktu lalu.
Menanggapi permintaan kepala negara, Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ario Bimo mengatakan pihaknya masih mengkaji tingginya biaya dana (cost of fund) seiring ketatnya likuiditas sebelum memangkas suku bunga kredit.
“Yang penting cost of fund-nya turun, baru berani turun (suku bunga). Kalau cost of fund belum turun ya tidak berani. Nanti kalau kami semakin kecil (pendapatan dan laba) dimarahi investor,” katanya seperti dilansir CNN Indonesia, Kamis (7/11/2019).
Saat ini, lanjutnya, tingkat cost of fund BNI di posisi 3,2 persen dan diprediksi tak jauh berbeda dari level tersebut hingga akhir tahun.
Di sisi lain, ia mengaku likuiditas perbankan masih cenderung seret. Saat ini, posisi rasio pinjaman terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR) BNI sendiri tercatat sebesar 96,6 persen.
Kondisi likuiditas semakin tertekan karena pemerintah juga mengambil porsi likuiditas melalui penerbitan Surat Utang Negara (SUN).
Karena likuiditas ketat, ia mengaku tak bisa memprediksi waktu transmisi yang dibutuhkan bank untuk menyesuaikan suku bunga kredit terhadap penurunan suku bunga acuan.
“Jadi benar-benar melihat dari pasarnya sekarang,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan tingkat suku bunga kredit bukan satu-satunya faktor yang menentukan pertumbuhan kredit.
Sebagai perbandingan, lanjutnya, BI telah menaikkan 6 kali suku bunga acuan sebesar total 175 bps dari 4,50 persen menjadi 6,00 persen selama periode Mei-Desember 2018.
Akan tetapi, pertumbuhan kredit secara nasional masih tembus dua digit, yakni 12,88 persen. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kinerja kredit tahun 2019.
“Sekarang BI sudah turunkan 100 bps, tetapi sampai saat ini pertumbuhan kredit belum capai dua digit. Jadi pertumbuhan kredit bukan hanya karena suku bunga,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) Sunarso menuturkan tingkat suku bunga akan mengikuti pasar. Jadi, baginya tak ada alasan bagi perbankan untuk menahan tingkat suku bunga.
Namun demikian, ia bilang bank membutuhkan waktu transmisi untuk menyesuaikan suku bunga kredit.
“Misalnya, suku bunga turun hari ini, tetapi kami masih punya dana yang tenornya paling cepat satu bulan. Jadi, kami masih punya liabilitas yang jatuh temponya satu bulan ketika suku bunga turun hari ini. Artinya itu masih butuh transmisi dan butuh waktu,” katanya.
Namun demikian, ia tidak bisa memberikan waktu transmisi yang dibutuhkan perbankan. Ia hanya menuturkan perbankan pasti akan menyesuaikan bunga kredit.
“Tidak usah dipaksa seperti itu, nanti pasar akan menentukan,” ucapnya.
Di sisi lain, Direktur Keuangan dan Strategi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Panji Irawan mengatakan pihaknya mempertimbangkan persaingan di pasar sebelum menurunkan suku bunga kredit. Bank Mandiri, sambung dia juga mempertimbangkan besaran cost of fund.
“Karena dua-duanya bagian dari industri juga. Jadi dalam kaitan itu pastilah kami respons, tidak mungkin tidak respons,” ucapnya.
Ia mengaku perseroan telah menurunkan bunga kredit di rentang 25-50 bps sejak awal tahun sejalan dengan penurunan bunga acuan bank sentral. Penurunan suku bunga kredit paling besar terjadi di segmen Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan kredit korporasi.***