KILASBANDUNGNEWS.COM – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan berada di kisaran 4,8-5,1%.
Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan target Presiden Jokowi dan realisasi pertumbuhan tahun sebelumnya.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengungkapkan proyeksi ini telah mempertimbangkan sejumlah faktor yaitu eksternal dan internal.
Dari eksternal kelesuan perekonomian global dan perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China menjadikan aliran portofolio dana investor ke Indonesia menjadi terhambat sehingga hal ini menciptakan tekanan terhadap berbagai mata uang global termasuk rupiah.
“Kondisi internal banyak dipengaruhi oleh tingkat investasi yang belum beranjak jauh dari kondisi tahun 2019 yang masih menghadapi macam tantangan terkait cost of doing business seperti perizinan ussha, ketenagakerjaan, logistik, perpajakan, akses lahan, biaya permodalan, energi, serta lemahnya daya beli,” kata Hariyadi dalam konferensi pers Outlook Perekonomian Apindo di Gedung Permata Kuningan, Jakarta, seperti dilansir Detiknews, Rabu (11/12/2019).
Dia mengungkapkan di luar faktor ekonomi, ada beberapa hal yang mempengaruhi proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2020 adalah faktor positif transisi kepemimpinan 2019-2024 yang telah berjalan cukup lancar dengan telah terbentuknya Kabinet Indonesia Maju yang diharapkan membawa stabilitas politik, namun masih menghadapi tantangan yang cukup besar untuk efektivitas tata kelola pemerintahan pusat dan daerah.
Menurut Hariyadi untuk menumbuhkan optimisme dunia usaha terhadap perekonomian Indonesia pada 2020 ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemerintah. Misalnya meningkatkan optimalisasi kinerja industri melalui sinergi hulu dan hilir.
“Apindo juga merekomendasikan kepada pemerintah untuk melakukan perbaikan kebijakan di bidang ketenagakerjaan dan perpajakan demi mendukung daya saing industri,” jelas dia.
Apa saja tantangan tahun depan?
Investasi baru yang masuk bisa mendorong penciptaan lapangan kerja baru dan mendongkrak daya beli masyarakat.
Sayangnya, saat ini investasi asing yang masuk ke Indonesia dinilai tidak terlalu deras. Hal ini disebabkan oleh banyaknya aturan-aturan yang berbenturan mulai dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Ketua Bidang Industri dan Manufaktur Apindo Johnny Darmawan menjelaskan penyebab sulitnya investasi asing masuk ke Indonesia adalah kebijakan dan kepastian hukum yang sulit.
Menurut dia faktor lain adalah karena pengusaha tak memiliki daya saing untuk meningkatkan produksi ekspor.
“Misalnya tekstil, kita beli kapas 95% itu dari luar dan dikelola di sini, kan ada cost banyak itu,” kata Johnny dalam konferensi pers di Kantor Apindo, Jakarta, Selasa (10/12/2019).
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menjelaskan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dibutuhkan banyak investasi di Indonesia.
Menurut dia hal ini adalah pekerjaan rumah yang besar untuk pemerintah salam menarik investasi asing ke salam negeri.
“Untuk menarik investasi asing yang dibutuhkan itu reformasi struktural. Omnibus Law merupakan gebrakan yang luar biasa dari pemerintah untuk mendorong banyak investasi ke dalam negeri,” imbuh dia.
Karena itu juga dibutuhkan percepatan realisasi Free Trade Agreement (FTA) demi membuka akses pasar Indonesia. Kerja sama FTA dengan berbagai negara dan kawasan ekonomi global juga sangat diperlukan sehingga produk hasil sektor manufaktur Indonesia mampu bersaing di dunia internasional.
Menurut Shinta dari sisi ketahanan energi perlu adanya konsistensi penerapan rencana umum energi. Hal ini dilakukan diantaranya dengan memberikan insentif bagi industri yang menghasilkan energi baru dan terbarukan. Perbaikan kualitas regulasi dan birokrasi di bidang energi tanpa intervensi kepentingan politik juga harus diupayakan untuk menciptakan iklim investasi yang menarik.
Lalu dari sektor perpajakan, Apindo meminta Pemerintah tahun depan bisa menurunkan besaran tarif PPh mengikuti tren negara di dunia yang sudah menurunkan lebih dulu. Hal ini untuk mendukung daya saing industri, Apindo mendorong pemerintah untuk mereformasi perpajakan untuk menciptakan competitive tax rate.
“Regulasi perpajakan dan perizinan yang adil bagi semua platform bisnis retail juga diperlukan untuk mendorong kolaborasi retail konvensional dengan retail platform digital,” jelas dia.***