KILASBANDUNGNEWS.COM – Sudah memiliki payung aturan relatif lengkap, pengelolaan reklame di Kota Bandung masih jauh dari optimal. Penataan kawasan tematik, yang bertujuan menjaga estetika kota sekaligus meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), belum menunjukkan hasil.
Pemkot Bandung sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Reklame. Di dalam perda baru ini, terdapat beberapa amanat prioritas. Salah satunya, penciptaan kawasan tematik.
Pemkot Bandung juga sudah menerbitkan beberapa aturan turunan Perda tersebut. Salah satunya adalah Peraturan Wali Kota Bandung Nomor 217 Tahun 2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Reklame. Di dalam Perwal inilah disebutkan beberapa panduan tentang penciptaan kawasan tematik.
Anggota Komisi A DPRD Kota Bandung Aan Andi Purnama menyatakan, meskipun payung aturan relatif lengkap, Pemkot gagal membuat perubahan signifikan dalam pengelolaan reklame. Ia bahkan menyebut capaian Pemkot sepanjang 2019 ini lebih buruk dari tahun sebelumnya. Dua indikator utama adalah anjloknya PAD dan belum terbentuknya kawasan tematik.
“Dari target pendapatan Rp 240 miliar, per Oktober kita baru memperoleh Rp 21 miliar. Ini betul-betul memprihatinkan. Ada masalah serius, termasuk permainan para oknum reklame, yang masih juga gagal dibereskan oleh Pemkot,” tutur Aan Andi, Minggu (3/11/2019).
Tentang kawasan tematik, Andi menyebut masih gamangnya Pemkot menerapkan aturan. Ia mencontohkan apa yang terjadi di Jalan LLRE Martadinata atau Riau. Kawasan ini, menurut aturan merupakan kawasan tematik, yakni heritage. Harusnya Pemkot sudah menerapkan aturan ketat ini di lapangan.
Selain LLRE Martadinata, kawasan tematik lain terletak di Dr Djundjunan (gerbang kota), H Djuanda (heritage), Braga (heritage), Cihampelas (karakter atau seni peran internasional), Cibaduyut (seni peran kedaerahan), Sudirman (heritage), bawah flyover Pasupati (kekinian), bawah flyover Kiaracondong (transportasi), dan bawa flyover Jalan Jakarta (tema Asia-Afrika).
“Yang terjadi apa? Aturan tematik, lengkap dengan kuota titik, tidak disiapkan secara tegas. Reklame-reklame ilegal, terutama bando, saat ini bermunculan dengan seenaknya. Ini yang membuat usaha kita memperbaiki dunia reklame tidak pernah berhasil,” ucapnya seperti dilansir laman Pikiran Rakyat, Senin (4/11/2019).
Aan Andi juga menyoroti pentingnya peran asosiasi reklame. Bukan hanya terkait syarat perizinan, asosiasi juga harus mengambil peran penting dalam pengawasan kinerja para anggotanya. Menurut Aan Andi, Pemkot harus membuka pintu terhadap pembentukan asosiasi-asosiasi baru sehingga tidak terjadi monopoli.
24 Reklame
Sepanjang 2019, per September 2019, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung menyegel 24 reklame dan megatron ilegal. Petugas juga menyita 638 reklame kecil, seperti baliho dan umbul-umbul. Salah satu ruas jalan dengan jumlah pelanggaran terbanyak adalah LLRE Martadinata. Yang lain, Jalan Soekarno-Hatta, Pasirkalilik, dan Dr. Djundjunan.
“Pelanggaran pemasangan reklame karena kurangnya kesadaran dan kemauan soal perizinan. (Pengusaha) Hanya memikirkan keuntungan saja, tidak mau memikirkan tentang pembayaran pajak dan sebagainya,” tutur Kepala Bidang Ketenteraman dan Ketertiban Satpol PP Kota Bandung Taspen Efendi.
Sebelumnya, keluhan tentang masih maraknya reklame ilegal juga disuarakan oleh Ikatan Pengusaha Reklame Kota Bandung (IPRKB). Tanpa ketegasan penindakan, pelanggaran-pelanggaran yang terus bermunculan dan seakan dibiarkan bakal berdampak buruk pada pengusaha yang selama ini mematuhi aturan main.***