KILASBANDUNGNEWS.COM – Akademisi Universitas Indonesia, Ade Armando mengaku memperoleh meme ‘joker’ Anies Baswedan secara tidak sengaja dari ruang penyimpanan telepon selulernya yang terhubung dengan salah satu obrolan grup di aplikasi WhatsApp. Ade mengaku hanya melakukan repost atau mengirim ulang.
“Kalau Anda biasa main WhatsApp kan begitu. Kita bisa langsung buka gallery picture, dan di situ sudah ada banyak foto kan. Kita enggak tahu itu berasal WA grup mana, enggak jelas,” kata Ade seperti dilansir CNN Indonesia.com, Rabu (6/11/2019).
Seperti yang diketahui, Ade dilaporkan oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris pada Jumat (1/11) atas perbuatannya.
Ade menuturkan meme yang diunggahnya murni untuk menyinggung Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta. Aksi itu tidak terlepas dari kabar mencuatnya anggaran pengadaan ganjil seperti lem aibon Rp82,8 miliar, serta pulpen yang mencapai Rp124 miliar dalam draf Kebijakan Umum APBD dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) DKI 2020.
Angka tersebut beredar ke publik usai politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya menyoroti sebagian materi KUA-PPAS DKI Jakarta 2020 di media sosial Twitter.
“Nah, pada saat itulah (kabar melonjaknya anggaran Pemda DKI mencuat), kemudian saya unggah sebuah gambar, saya repost sebuah gambar yang saya peroleh di galeri gambar saya,” kata Ade.
Namun Ade menolak menyalahkan pihak yang pertama kali mengirim meme Anies dalam aplikasi WA.
“Jangan sampai orang itu juga diperkarakan. Yang penting, saya akan jawab saya enggak tahu, dan bukan saya yang bikin,” kata Ade.
Ade juga mengatakan tidak relevan jika dirinya dikenai pasal 32 ayat 1 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Materi UU tersebut kurang lebih mengatur bahwa siapapun dilarang mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
“Jadi kalau pasal itu yang dikenakan kepada saya, saya dengan gampang menjawab kepada polisi bahwa ya bukan saya yang bikin,” ujarnya.
Ade mengaku akhir-akhir ini telah menerima tawaran bantuan dari sejumlah kuasa hukum untuk melayangkan tuntutan balik kepada Fahira. Terlebih, kata Ade, Fahira suatu kali pernah menuduh Ade kebal hukum. Ade melihat itu sebagai fitnah.
“Walaupun saya harus cek ya, kalimat (tuduhan) persisnya ibu Fahira di medsos itu seperti apa. Tapi kalau itu dia memang menyatakan, ya kita tahu itu bohong. Saya tidak pernah sesumbar di manapun mengatakan bahwa saya itu kebal hukum,” tutur Ade.
Selain pelaporan ke polisi, pada Senin (4/11) juga mencuat petisi ‘Universitas Indonesia Pecat Ade Armando’ dalam laman change.org. Menurut petisi tersebut, Ade sebagai seorang intelektual dinilai kerap membuat gaduh dengan pernyataannya yang tidak jarang menyerang tokoh politik maupun ulama.
“Kami menggalang dukungan dari masyarakat melalui petisi dengan tujuan agar Universitas Indonesia memecat Dr Ade Armando M.Sc sebagai dosen di Universitas Indonesia,” tulis akun terverifikasi Nadine Olivia, pembuat petisi yang sudah meraup 9 ribu lebih suara itu.
Hingga Rabu ini, pukul 07.21 WIB, petisi itu sudah ditandatangani 20.138 netizen dari target 25.000 tanda tangan.
Petisi tersebut, menurut Ade, merupakan cerminan dari pihak-pihak tertentu yang takut tindak kejahatan korupsinya terbongkar.
Ade mengaku tidak merasa takut jika petisi tersebut berhasil membuat dirinya terlempar dari karier dunia akademik.
“Kalau gara-gara ini misalnya saya sampai harus berhenti mengajar, ya gak apa-apa juga. Saya bisa menulis buku, bikin penelitian, atau mengajar di kampus lain barangkali. Jadi enggak ada masalah sama sekali,” kata Ade.
Sementara itu, Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) Universitas Indonesia Riffely Dewi Astuti menjelaskan pihak kampus selalu menjamin kebebasan akademik dan juga berekspresi setiap staf.
Namun, menurutnya, kasus Ade Armando tidak berhubungan dengan kampus karena telah masuk dalam ranah tanggung jawab pribadi.
“Kalau sudah dalam ranah menyinggung orang lain dan masuk ranah hukum, itu urusan pribadi,” kata Riffely.***