KILASBANDUNGNEWS.COM – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat menerima banyak keluhan dari anggotanya di berbagai daerah terkait penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang berlangsung sejak 3-20 Juli 2021 mendatang.

Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik mengatakan, di lapangan telah terjadi perbedaan persepsi terkait aturan PPKM Darurat. Salah satunya penerapan 50 persen operasional di perusahaan esensial serta ketidakjelasan syarat yang harus dipenuhi oleh karyawan ketika mereka bisa melewati penyekatan, padahal mereka masuk ke dalam yang 50 persen tersebut.

“Penerapan 50% operasional di perusahaan esensial, karyawan yang hendak bekerja terkena penyekatan dan tidak bisa menembus sekat tersebut, sehingga terpaksa balik kanan. Padahal karyawan tersebut sangat dibutuhkan kehadirannya di kantor. Ini terjadi di Depok dan Bogor. Jadi apa syarat mereka boleh melintasi sekat tersebut? Ini jadi ruwet,” ucapnya.

Menurut Ning, perbedaan persepsi juga terjadi dalam kalimat Instrukri Menteri Dalam Negeri nomor 18 Tahun 2021, khususnya poin e, yang menyatakan industri dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen staf hanya di fasilitas produksi/pabrik, serta 10 persen untuk pelayanan administrasi perkantoran guna mendukung operasional.

“Perusahaan banyak yang harus mengejar export, untuk membayar gaji karyawan di tengah situasi sulit ini. Perusahaan juga sudah memiliki IOMKI, dan mereka perusahaan esensial, yang kemudian bekerja menerapkan 2 shifts, dimana shift pertama 50%, shift kedua 50% dan menerapkan prokes. Harusnya dengan 50%:50% tidak menjadi masalah karena tidak terjadi kepadatan karyawan dalam satu site dan satu waktu bersamaan ? Lagipula di dalam instruksi Mendagri tersebut, tidak dituliskan adanya larangan diberlakukannya shift. Tetapi perusahaan-perusahaan ini disidak dan kemudian berurusan dengan hukum. Seperti di Sukabumi,” jelasnya.

Ning menyatakan, dengan kondisi seperti ini menunjukkan bahwa masih terjadi ketidak sepahaman dalam menerjemahkan Instruksi Mendagri secara lintas instansi, lintas daerah sehingga penerapan di lapangan berbeda dari satu dan lain daerah.

“Kami paham bahwa kondisi yang ada sekarang betul-betul darurat dan kami mendukung. Namun dalam pelaksanaannya mohon untuk dilakukan secara “seragam” dan tidak ambigu, sehingga jelas untuk para pemangku kepentingan,” ujar Ning, dalam keterangannya , Jumat (09/07/21).

Ning menegaskan, melihat kondisi saat ini pengusahaan sudah semestinya mendapatkan keringanan untuk membuat tidak semakin terpuruk, diantaranya biaya listrik untuk shift malam dengan harga normal sebagai konsekwensi dari aturan PPKM ini.

“Pengusaha mengalami impact lain dari PPKM ini terkait kesulitan perusahaan dalam mendapatkan material bahan baku, dikarenakan jalan-jalan disekat, sehingga susah sampai on time, selain mereka harus memutar sehingga menjadikan harga bahan baku naik,” imbuhnya. (Parno)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.