
KILASBANDUNGNEWS.COM – Bandung, Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) Jabar, Ricky Agusiady menyoroti tajam, terkait masih adanya perlakuan tidak adil dari pemerintah kepada Perguruan Tinggi Swasta atau PTS. Padahal, Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sama mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dunia pendidikan di Jawa Barat. Hal tersebut diungkapkan Ketua Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) Jabar Dr, Ricky Agusiady, SE., M.M., CFrA., CHRM. saat berdiskusi dengan Forum Wartawan Pendidikan (FWP) Jawa Barat, di Gedung Pascasarjana Universitas Sangga Buana (USB) YPKP, Jalan Surapati No 189, Kota Bandung baru-baru ini.
Menurutnya, ketidak adilan tersebut terlihat dalam rasio dosen dan regulasi penerimaan mahasiswa baru (PMB) di PTN. Contohnya terkait PMB di PTN yang bisa menerima banyak mahasiswa (sampai puluhan ribu mahasiswa), serta bisa berlangsung sampai bulan Januari (jenjang S2). Sedangkan untuk PTS dibatasi sampai bulan Agustus, dan apabila melewati bulan itu, dan masih melakukan penerimaan mahasiswa baru, maka PTS tersebut bisa dikenai sanksi, sementara PTN tidak ada sanksi.
“Ini tentu menjadi tantangan bagi PTS yang sangat bergantung pada jumlah mahasiswa untuk keberlangsungan operasional. Dimana 90 persen PTS hidup dari uang kuliah tunggal (UKT) karena masih sedikit PTS yang memiliki unit bisnis,” kata Ricky.
Saat disinggung mengenai masalah dosen di PTS yang dibiayai oleh Yayasan hingga meraih gelar Doktor bahkan hingga Guru Besar, namun secara tiba-tiba ditarik menjadi Dosen di PTN, tanpa melalui proses lolos butuh. Sehinga pihak Yayasan yang mengelola PTS mengalami kerugian yang cukup besar. Oleh sebab itu Ricky menekankan perlunya komunikasi yang baik antara PTS dan PTN dalam situasi seperti ini. Mengingat biaya besar yang telah dikeluarkan PTS untuk investasi terhadap dosen tersebut.
Di samping itu regulasi terkait, syarat minimal lahan perguruan tinggi harus memiliki lahan 5.000 m² (untuk sekolah tinggi, Politeknik atau akademi), 8.000 m² (untuk Institut) dan 10.000 m² (untuk universitas) cukup memberatkan badan penyelenggara. Pasalnya tidak sedikit kampus yang sudah berdiri lama berada di pusat kota dan sulit untuk memenuhi syarat tersebut, karena tidak ada lahan lagi (sudah penuh oleh perkantoran atau gedung), ataupun tidak adanya biaya untuk pembangunan secara vertikal. Kemudian berkenaan dengan sertifikasi dosen jangan dipersulit, kata Ricky, dimana dosen yang sudah memiliki masa kerja dua tahun dan menjadi dosen tetap bisa mengajukan jabatan fungsional (Jafung) sebagai asisten ahli, dua tahun kemudian sebagai lektor, dua tahun kemudian menjadi lektor kepala.
“Jadi nggak usah ada lagi tes segala, dan tidak usah ada biaya tambahan,” tegasnya.
Selain menyoroti masih adanya ketidak adilan dari pemerintah, Ketua Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) Jabar Dr, Ricky Agusiady, SE., M.M., CFrA., CHRM. dengan tegas meminta kepada para pengelola Perguruan Tinggi Swasta harus hati-hati dalam melakukan tata kelola keuangan, sumber daya manusia serta dana keuangan yang bersumber dari APBN maupun APBD, yang setiap tahun harus dilakukan audit.
Termasuk monitoring dan evaluasi terkait penggunaan dana Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Pihaknya pun terus mengingatkan kepada seluruh PTS di Jabar untuk selalu taat azas, pasalnya rawan terhadap penyimpangan.
“Dana KIP untuk mahasiswa tidak boleh diganggu gugat oleh perguruan tinggi. Batasannya harus jelas, dan penggunaannya harus sesuai dengan aturan yang berlaku,” tambahnya.
Berkenaan dengan mutu perguruan tinggi, Ricky menekankan pentingnya pembinaan dan pengawasan dari pemerintah, bukan hanya pemberian sanksi. Intinya kata Ricky, ABPPTSI selalu mengingatkan, dalam mengelola PTS harus taat azas, kemudian wajib mengikuti pangkalan data perguruan tinggi (PDDikti). Ricky juga menekankan pentingnya tata kelola yang baik di perguruan tinggi, termasuk pembagian tugas yang jelas antara yayasan dan rektorat.
“Yayasan bertanggung jawab terhadap 3M, yaitu man (sumber daya manusia), money (keuangan) dan material (sarana dan prasarana),” jelasnya
Sedangkan untuk rektor, kata Ricky harus paham dengan tugas dan kewajibannya, kreatif, satu visi, memiliki jiwa leadership, pintar, tidak plin plan, sert ada timbal balik, bukan yang “asal bapak senang”. ABPPTSI Jabar pun berharap pemerintah dapat memberikan perhatian lebih terhadap kelangsungan PTS, terutama dalam menghadapi tantangan ketidakadilan perlakuan dengan PTN.
“Kami berharap ada dialog dan solusi untuk kemajuan bersama,” tegas Ricky. (Yudi Dirgantara)