KILASBANDUNGNEWS.COM – Wacana biaya operasional dan Public Service Obligation (PSO) bus rapid transit (BRT) Bandung Raya berlaku cost sharing atau berbagi tanggungan biaya operasional, perawatan, dan PSO BRT di antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan pemerintah kabupaten maupun kota di kawasan Bandung Raya, hingga kini masih berproses.
Namun menurut Wakil Ketua Badan Anggaran DPRD Kota Bandung periode 2019-2024 yang kembali terpilih sebagai anggota DPRD Kota Bandung 2024-2029, Edwin Senjaya, ia tak melihat usulan anggaran untuk biaya tersebut masuk dalam APBD perubahan 2024. Kemungkinan masuk di APBD Kota Bandung 2025, setelah mengetahui jelas penghitungannya.
“Saya memimpin rapat Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (RKUA-PPAS) yang lalu. Dalam pembahasan, tak menemukan itu,” ucap Edwin, Kamis (8/8/2024).
Edwin membenarkan, sistem transportasi publik masih menjadi salah satu masalah di Kota Bandung. Dan BRT merupakan solusi menanggulangi persoalan tersebut.
“Seumpama seluruh biaya operasional BRT yang di jalur Kota Bandung menjadi tanggungan APBD kota, kami perlu lebih dahulu lihat hitung-hitungannya,” kata Edwin.
APBD Kota Bandung, ucap Edwin, Rp 7,4 triliun pada 2024. Namun, menurut dia, angka itu sesuai dengan kebutuhan Kota Bandung yang begitu besar.
“Tentu, layanan dasar pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur mesti menjadi prioritas,” tutur dia.
Sementara itu, Kepala Bidang Perkeretaapian dan Pengembangan Transportasi pada Dishub Jawa Barat Dhani Gumelar pernah menyampaikan pada pertengahan 2023, perkiraan Public Service Obligation (PSO) Kota Bandung pada 2025, sebesar Rp 64,1 miliar. Sebesar Rp 122,4 miliar pada 2026, kemudian 151,7 miliar pada 2027. Sampai saat ini, pembahasan biaya operasional belum final. Kabarnya, pembahasan turut mencakup variabel-variabel operasional.
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Wali Kota Bandung Bambang Tirtoyuliono menyatakan, Kota Bandung sangat membutuhkan moda transportasi massal seperti bus rapid transit (BRT) untuk mengurai kemacetan lalu lintas. Bersamaan dengan hal itu, operasional BRT bakal merangsang masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik.
Bambang menyebutkan, pertumbuhan penduduk Bandung Raya beriringan dengan penggunaan jumlah kendaraan untuk aktivitas sehari-hari. Menurut dia, perlu hadir transportasi publik yang menunjang aktivitas masyarakat dari dan ke Kota Bandung.
Berdasarkan perencanaan jalur BRT di Kota Bandung terdiri atas yang dedicated atau khusus dan mixed lane atau campuran. Untuk jalur khusus, yakni, Jalan Jakarta, sebagian Ahmad Yani, Ibrahim Adjie, sebagian Naripan, Asia Afrika, Otista, Banceuy, BKR, Moh Toha, Rajawali Barat, Rajawali Timur, sebagian Jenderal Sudirman. Sementara itu, jalur mixed lane, sebagian Jalan Ahmad Yani, sebagian Naripan, Kebon Jati, sebagian Jenderal Sudirman. (EVY)