Bandung – Sejak April 2019 lalu, Kota Bandung dan sekitarnya mulai mengalami musim kemarau. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau akan terjadi Agustus 2019 mendatang.

Warga Kota Bandung perlu mengantisipasi perubahan musim ini, terutama berkaitan dengan cadangan air untuk keperluan sehari-hari.

Antisipasi juga dilakukan oleh PDAM Tirtawening Kota Bandung. Sebagai operator yang mengandalkan ketersediaan air baku utama di Situ Cipanunjang dan Situ Cileunca, PDAM Tirtawening juga harus siaga manakala debit air di kedua sumber itu mulai berkurang.

“Hingga saat ini, cadangan air baku utama kita masih aman. Meskipun tampak terjadi penurunan permukaan air 5-6 cm perhari,” ungkap Direktur Utama PDAM Tirtawening Sony Salimi dalam Bandung Menjawab di Taman Sejarah Balai Kota Bandung, Kamis (11/7/2019).

Sony mengungkapkan, saat ini permukaan air Situ Cipanunjang sudah turun lebih dari 5 meter. Sedangkan Situ Cileunca sudah turun lebih dari 3 meter.

Penurunan permukaan air itu, lanjut Sonny, belum berpengaruh secara signifikan terhadap kuantitas pasokan air yang dikelola PDAM di Instalasi Pengolahan Air (IPA) Badaksinga. Hal itu terlihat dari jumlah produksi air PDAM yang berada di kisaran normal, yakni 2.400-2.500 liter perdetik.

“Tapi kalau bicara tentang kekeringan yang mencapai puncak pada Agustus-September ini, saya juga khawatir soal cadangan air baku,” akunya.

Berdasarkan pengalamannya selama tiga tahun bertugas di PDAM, jika dalam kurun waktu 4 bulan sama sekali tidak turun hujan , situ-situ yang menjadi sumber air baku bisa kekeringan. Hal itu tentu akan menimbulkan masalah serius.

Tak hanya di Situ Cileunca dan Cipanunjang, PDAM Tirtawening juga mengandalkan sumber air baku lainnya dari Sungai Cisangkuy, Sungai Cikapundung, Sungai Cibeureum, dan Sungai Cipanjalu. Sungai-sungai tersebut tersebar di beberapa wilayah di Kota Bandung dengan kapasitas produksi mencapai 20 liter per detik.

Namun akhir-akhir ini, musim kemarau membuat salah satu sumber, yaitu Cipanjalu, terkendala pasokan airnya karena harus berbagi dengan irigasi sawah petani setempat. Hal itu pun berdampak pada 2000 pelanggan yang teraliri airnya dari sumber tersebut.

“Karena Sungai Cipanjalu sudah mulai berkurang debit airnya, kita jadi berebut dengan petani yang menggunakan sumber yang sama untuk mengairi sawah. Setiap hari kami melakukan pengecekan untuk memastikan aliran tidak terkendala,” beber Sony.

Oleh karena itu, pihaknya telah melakukan langkah antisipasi. Secara internal, PDAM Tirtawening selalu memastikan alat-alat dan fasilitas produksi air tetap berfungsi dengan baik.

“Kita memastikan unit-unit produksi kita bisa berjalan 24 jam secara maksimal. Kita membersihkan unit-unit produksi. Kita ingin memastikan pompa-pompa berjalan dengan baik dan stok-stok cukup,” jelasnya.

Oleh karenanya, ia mengimbau warga untuk menggunakan air secara bijak agar pasokan air terjaga hingga melewati puncak musim kemarau. Perilaku warga terhadap air juga berpengaruh terhadap ketersediaan air di Kota Bandung.

“Saya mengimbau masyarakat supaya lebih efektif dan bijaksana dalam menggunakan air. Karena tentunya kita tidak pernah tahu kapan cadangan air baku bisa normal kembali,” pinta Sony.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.