KILASBANDUNGNEWS.COM – Membangun Kota Bandung sama dengan membangun bisnis, artinya saat ada uang maka kesejahteraan bagi masyarakat akan terwujud.
Disampaikan Anggota Komisi D DPRD Kota Bandung Mukhamad Adi Widyanto, seorang pengusaha yang terjun ke dunia politik, menilai bahwa kota Bandung masih punya banyak potensi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
“Saya background bisnis usaha, motivasi berpolitik sebenarnya basic-nya pengen berguna lebih banyak, kalau kemarin hanya berhubungan dengan karyawan sekarang dengan masyarakat,” ujar politisi Demokrat dari dapil 4 (Ciwastra, Buah Batu, dan sekitarnya).
Pria 34 tahun ini mengaku tidak sengaja di dunia politik hanya saja selama menjadi pengusaha ia selalu melakukan program berbagi. Dari situlah pengusaha skincare ini ingin lebih luas membantu masyarakat.
“Saya belum pernah berorganisasi sama sekali baru sekarang sekalian politik pragmatis. Saya gak ada basic hanya saja ayah kan militer sehingga belajar politiknya ya seperti itu obralan biasa,” ujar Adi sapaan akrabnya.
“Kesimpulannya banyak masyarakat termarjinalkan, ya intinya Bandung tak sebaik itu. Banyak kemiskinan dipinggiran, banyak pendidikan belum layak, karena ternyata Bandung jangan lihat Riau, Dago saja. Tapia da pinggiran Ciwastra, Gedebage dan sebagainya,” tegasnya seraya mengatakan mengaku kaget, karena di dewan terlalu banyak penghormatan sedang di bisnis tidak demikian.
Duduk di komisi B terkait Ekonomi, Adi mempelajari bahwa membangun kota itu layaknya membangun bisnis.
“Kita mau membangun sebuah kota itu dompetnya harus ada kan, makanya saya masuk ke komisi B, saya ingin ciptakan pundi-pundi buat nambah PAD syukur-syukur nambah terus tiap tahun, kalau dari situ kan uangnya bisa untuk kesejahteraan masyarakat. Nah kalau kita mau ngomongin kesejahteraan rakyat tapi pendapatan gak ada, kan bohong juga ya saya lebih kesana sih, karena menurut saya dimana kota uangnya banyak kotanya sejahtera,” tuturnya.
Adi pun mengilustrasikan, jika PAD bertambah 2-3 triliun dalam setahun, maka banyak anggaran bisa terserap guna mensejahterakan masyarakat.
“Sayang masih banyak yang tidak maksimal, semisal parkir ternyata cuma 15 miliar setahun kalau saya rekap manajemennya ngaco, harus diperbaiki. Terus kaya BPR kota bandung itu ngaco juga, pajak resto ngaco sebenarnya. Tinggal mau enggak diperbaiki, bahkan kalau semua bayar pajak banyak pendapat bisa dimaksimalkan, tidak perlu naik bayar saja semua,” tegasnya.
Masih kata Adi, sempat ada pembahasan di PD Pasar soal kenaikan tarif, namun ditolak pedagang.
“Maksud saya ke teman PD Pasar, gak usah naik kecuali fasilitas sarana dan prasarana Pasar diperbaiki dulu, aneh kalau menurut saya. Boleh naik cuma wajar yaitu diperbaiki dulu jadi modern ok. Tapi kenaikan itu belum terlaksana masih deadlock, terus kemarin kita ke UMKM,” ucapnya lagi.
Adi pun mengaku cara kerja di bisnis dan dewan sangat berbeda, jika dibisnis itu kalau ada masalah harus sat set, berbeda di dewan.
“Karena kan politik kolegial, bentak-bentak juga gak bisa, kita gak bisa ngapa-ngapain, kita hanya bisa nganggarin, ngawasin, sekarang kita mau negur dinas kota kaya kemarin saya ngasih tahu dinas pariwisata tentang bagaimana mendatangkan wisatawan ke bandung alasannya karena apa. Ke Bali lihat pantai, ke Jogja kebudayannya.
Pariwisata itu kan sangat luas, contohnya wisata berobat Penang, wisata hiburan malam Bangkok, wisata judi Las Vegas, Bandung itu apa? kita hanya bisa beri masukan prakteknya kan urusan eksekutif,” ungkapnya.
Adi juga menyoroti Diskop UMKM, kata dia koperasi itu kadang ada yang seperti rentenir dan itu diakui dinas terkait.
”Yang pinjem uang ke pinjol atau koperasi kan PKL, tapi seakan PKL dianggap ada rishi tapi uangnya ditarikin juga. Saya setuju kedepan dewan atau dinas-dinas kalau makan dari UMKM saja demi menghidupkan UMKM,” tutupnya.