KILASBANDUNGNEWS.COM – Bank Indonesia optimistis pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sesuai target pada rentang 4,6% hingga 5,4% pada 2024. Tantangan geopolitik global dan penurunan daya beli menjadi konsen utama dengan mendorong sektor investasi, ekspor, dan digitalisasi.
Demikian di kemukakan,Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat Muslimin Anwar, pada acara Diskusi Road to West Java Journalist Competition (WJJC) 2024 hasil kerja sama Bank Indonesia Jabar dengan Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB), Jumat (4/10/2024).
Menurut Anwar bahwa pertumbuhan ekonomi Jabar pada triwulan II/2024 tercatat tumbuh sebesar 4,95% (year on year/yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,93% (yoy).
“Pertumbuhan ini didorong oleh meningkatnya konsumsi domestik, perbaikan aktivitas ekspor, dan peningkatan investasi. Sektor-sektor yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi meliputi sektor pertanian, industri pengolahan, transportasi, pergudangan, dan perdagangan,” tutur Anwar.
“Perekonomian Jabar diperkirakan akan tetap tumbuh positif pada rentang 4,6% hingga 5,4%, didorong oleh permintaan domestik yang kuat, mobilitas masyarakat yang meningkat, dan dukungan infrastruktur yang terus berkembang,” imbuhnya.
Namun menurut Anwar, ada beberapa tantangan yang harus diantisipasi diantaranya ketidakpastian global yang berdampak pada permintaan ekspor, serta potensi gangguan di sektor pertanian akibat fenomena El Nino.
“Namun, Bank Indonesia optimistis bahwa kebijakan-kebijakan yang diterapkan, seperti hilirisasi industri dan percepatan digitalisasi, akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian Jawa Barat,” ujarnya.
Anwar menyatakan bahwa Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi dengan berbagai pihak untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung pertumbuhan berkelanjutan di Jawa Barat salah satunya memaksimalkan peran TPID (tim pengendali infasi daerah).
“Saat ini inflasi di Jabar terkendali.. Hingga Sepetember 2024, Jabar mencatatkan inflasi sebesar 2,09% (yoy). Target inflasi tahunan Jawa Barat yaitu sebesar 2,5% masih on the track,” kata Anwar.
Sementara dari sektor investasi, realisasi investasi Jabar pada triwulan II/2024 mencapai Rp63,7 triliun. Pencapaian itu menjadikan Jabar sebagai provinsi dengan realisasi investasi tertinggi di Indonesia. Sektor industri pengolahan, informasi komunikasi, dan real estate menjadi sektor-sektor yang paling diminati investor, dengan Jepang, Korea Selatan, dan Singapura sebagai negara investor utama.
Sedangkan sektor digitalisasi dan infrastruktur menurut Muslimin, menjadi kunci untuk mendorong ekonomi Jabar terus tumbuh dan berkembang. Dimana digitalisasi telah menciptakan peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi. Tercatat Jabar memiliki pengguna QRIS terbanyak nasional, yang menunjukkan berjalannya transformasi digital.
“Pada Agustus 2024, tercatat lebih dari 11 juta pengguna QRIS di Jabar. Dengan jumlah merchant yang terdaftar 7,3 juta, yang mayoritas usaha mikro. Digitalisasi pembayaran bukan hanya mendorong efisiensi transaksi, tetapi juga memberdayakan pelaku usaha mikro dan kecil,” papar Anwar.
Anwar juga menegaskan bahwa tahun politik 2024, juga mendorong peningkatan konsumsi domestik yang didorong oleh aktivitas politik. Momentum Pemilu diharapkan mampu mendukung daya beli masyarakat, sekaligus memperkuat optimisme pelaku usaha pasca Pemilu.
“Pengembangan ekonomi baru pada sektor pariwisata, pertanian, dan lainnya adalah salah satu jalan untuk menghadapi tantangan global ke depan,”
Sementara itu, akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran (Unpad) Ari Tjahajawandita mengatakan, sinergi antar pihak adalah salah satu kunci agar ekonomi Jawa Barat bisa terus tumbuh menghadapi berbagai tantangan ke depan.
“Pemerintah harus dapat mendorong dan menstabilkan sektor ekonomi yang sudah tumbuh. Kedua, pemerintah harus meningkatkan sektor ekonomi yang saat ini sedang lesu,” jelas Ari.
“Jadi yang turun itu supaya bisa menjadi pendongkrak itu pertumbuhan ekonomi Jawa Barat,” tambahnya.
Kendati kondisi ekonomi Jabar cukup baik, Ari menilai pemerintah harus menempatkan diri pada posisi pesimistis sebagai langkah antispasi jika tidak sesuai target. Karenanya pemerintah harus bisa meningkatkan konsumsi rumah tangga melalui belanja pemerintah hingga investasi.
“Kalau kita mau mendorong konsumsi, tentunya mesti ditopang oleh daya beli. Jadi kuncinya daya beli harus didorong. Ada juga belanja pemerintah, investasi perusahaan, juga ekspor,” pungkasnya. (PARNO)