KILASBANDUNGNEWS.COM – Wali Kota Bandung Oded M. Danial mengimbau seluruh warganya yang asli orang Sunda untuk menggunakan bahasa ibunya di rumah dalam percakapan sehari-hari. Pasalnya, kendati masih tergolong baik, namun penggunaan bahasa Sunda di Kota Bandung dalam percakapan sehari perlu ditingkatkan.
“Dalam rangka meningkatkan penggunaan Bahasa Sunda, kita warga Bandung punya Perda. Sebaiknya kita warga Bandung melaksanakan Perda tersebut. Kita membiasakan diri pakai Bahasa Sunda,” tutur Oded usai membuka kegiatan Festival Sastra dalam rangka memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional di Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan (YPK), Jumat (21/2/2020).
Peraturan Daerah (Perda) yang dimaksud adalah Perda Kota Bandung Nomor 9 Tahun 2012 tentang Penggunaan, Pemeliharaan, dan Pengembangan Bahasa, Sastra dan Aksara Sunda.
Oded mengakui, saat ini rata-rata penggunaan bahasa nasional di Kota Bandung memang mendominasi. Sebab, Kota Bandung adalah kota besar yang banyak dihuni oleh para pendatang. Penggunaan bahasa nasional pada ruang-ruang publik pun tak terhindarkan karena ada Peraturan Presiden yang mengatur soal itu.
“Meskipun susah, karena kalau di kota besar ini banyaknya menggunakan Bahasa Indonesia karena tidak semua orang bisa Bahasa Sunda. Minimal untuk orang Sunda asli pituin di rumah masing-masing mah atuh pakai bahasa Sunda supaya minimal bisa terpelihara,” ujarnya.
Oded berharap warga Bandung bisa memuliakan Bahasa Sunda dan bangga menggunakannya dalam percakapan sehari-hari. Sebab bahasa adalah jati diri sebuah bangsa, jika bahasa hilang, maka hilang pula bangsa itu.
Hal senada diungkapkan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar), Dewi Kaniasari. Ia mengaku heran dengan orang Sunda yang malu berbahasa Sunda. Sebab menurutnya, kemampuan berbahasa Sunda adalah keunggulan yang tidak dimiliki oleh banyak orang.
“Orang luar negeri, misalnya dari Inggris, belum tentu bisa bahasa Sunda. Tapi kita bisa bahasa Sunda dan juga kita bisa bahasa Inggris. Itu kan justru satu kelebihan,” ujar Dewi.
Bahasa Sunda adalah bahasa leluhur yang, menurut Dewi, perlu diangkat derajatnya. Ia setuju dengan istilah glokalisasi dengan mengangkat budaya lokal menjadi bagian dari diversitas budaya dunia.
“Di era globalisasi ini justru harusnya glokalisasi, menaikkan kearifan lokal kita salah satunya budaya. Jadi saya justru lebih senangnya dengan istilah glokalisasi. Pada saat orang-orang diseragamkan melalui teknologi informasi, kekayaan potensi lokal seperti budaya lokal bahasa Sunda ini merupakan sesuatu yang harus kita angkat yang menjadi ciri khas dari kebudayaan yang tidak bisa ditemui oleh budaya budaya lainnya, di tempat lainnya, di belahan dunia lain. Justru ini yang harus kita banggakan,” tegasnya.
Festival Sastra yang diselenggarakan oleh Komunitas Carponn (Carita Pondok Naker) ini juga merupakan bagian dari upaya melestarikan Bahasa Sunda sebagai bahasa ibu orang Sunda. Festival yang diikuti oleh 300 peserta ini ingin mengembalikan ruh Bahasa Sunda agar kembali digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Kegiatan tersebut diisi dengan tausiyah dari Ustaz Evie Effendy dan pagelaran wayang oleh dalang Lili Adi Sunarya. Acara juga diisi dengan penampilan band dan pameran buku-buku berbahasa Sunda. (rls)