KILASBANDUNGNEWS.COM – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung memastikan akan terus lakukan 3T (tracing, tracking, treatment) sebagai upaya mengendalikan pandemi Covid-19.
Meski pun saat ini, pelacakan epidemiologi Covid-19 di Kota Bandung sudah di atas standar Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO).
“Kita tetap lakukan 3T dengan pegangan ketentuan dari WHO yaitu harus mencapai 1 per 1000 dari jumlah penduduk dalam satu minggu,” ucap Kepala Dinkes Kota Bandung, Ahyani Raksanegara, Selasa (9/3/2021).
Ahyani menjelaskan, sesuai standar WHO, jika jumlah penduduk Kota Bandung sebanyak 2,5 juta jiwa maka membutuhkan pengujian terhadap 2.500 orang setiap minggunya.
“Di Kota Bandung, rata-rata bisa menerima sekitar 900-1000 sediaan hasil test setiap harinya. Itu yang dikirimkan dari puskesmas atau fasilitas kesehatan di Kota Bandung. Jika kita kalikan dalam seminggu, maka kita sudah melebihi standarnya WHO,” kata Ahyani.
Menurutnya, hal ini juga tidak terlepas dari kinerja Laboratorium BSL2 plus milik Kota Bandung. Sehingga pengecekan, pengolahan sediaan hasil pelacakan ini dapat berjalan sedemikian cepat.
“Laboratorium kita bekerja selama 7 hari. Hari Minggu pun masih tetap bekerja untuk mengolah dan memerika sediaan yang dikirim oleh Puskesmas,” ujar Ahyani.
Ahyani mengungkapkan, menurut data pihaknya, pelacakan epidemiologi di Kota Bandung masih berkisar di atas standar dan tidak pernah terjadi penurunan yang drastis di setiap harinya.
Merujuk pada data satu minggu terakhir, Pemkot Bandung sudah dapat mengendalikan dan menahan laju penyebaran Covid-19. Hal itu ditandai dengan semakin meningkatkan angka kesembuhan di Kota Bandung.
Selain itu, tingkat keterisian rumah sakit semakin menurun dan selalu terjaga di bawah 60 persen. Sedangkan keterisian isolasi terpusat sudah di bawah 70 persen.
“Melihat indikator-indikator ini, kita tidak boleh hanya melihat satu sisi dari temuan temuan kasus positif saja. Karena proses pelacakan juga masih terus kita lakukan,” tuturnya.
“Tapi kita juga harus melihat indikator indikator seperti sistem kesehatan lainnya,” imbuh Ahyani. (rls)