Bandung – Menjelang berakhirnya masa kontrak kerja sama dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terus berinovasi dalam mengolah sampah. Pemkot Bandung tak henti menjajaki beragam metode pengolahan sampah.
Selain gerakan Kurangi Pisahkan dan Manfaatkan (Kang Pisman), Pemkot Bandung terus mencari cara agar sampah bisa diolah menjadi barang bernilai ekonomi ataupun kebermanfaatan bagi masyarakat.
Salah satunya yaitu, Pemkot Bandung intensif mencoba metode peuyeumisasi. Yakni pengolahan sampah yang diberi cairan khusus semacam bio activator dan diproses mirip pembuatan makanan khas sunda ‘peuyeum’.
Kepala Bidang Kebersihan Dinas Lingungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, Sopyan Hernadi menuturkan, proses peuyeumisasi dengan cairan bio activator membuat volume sampah menjadi menyusut dan semakin padat. Setelah menyusut, sampah lalu diolah kembali menggunakan mesin hingga berubah jadi bahan bakar padat.
“Sampah dikasih semacam bio activator untuk memperlunak fisik sampah ibarat seperti peuyeum. Setelah agak lembut dicampurkan semacam perekat atau agregat, masuk ke mesin bisa menjadi semacam pelet atau briket,” kata Sopyan di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Jalan Indramayu, Selasa (5/3/2019).
Sopyan menambahkan, proses peuyeumisasi menghasilkan bahan bakar padat berkualitas cukup baik. Bahkan cukup mumpuni untuk penggunaan skala industri.
“Kalau briket bisa dijadikan bahan bakar seperti kompor. Sedangkan pelet bisa untuk bahan bakar pabrik atau pembangkit listrik tenaga uap. Tapi memang lebih dianjurkan agar digunakan untuk mesin besar karena sudah ada teknologi penyaringan uap hasil pembakarannya nanti,” tambahnya.
Sopyan menjelaskan, untuk proses peuyeumisasi memerlukan waktu sekitar lima hari sebelum diproses menjadi bahan bakar. Selama proses itulah sampah berubah semakin lunak secara perlahan.
Metode peuyeumisasi merupakan metode paling efektif diterapkan di Kota Bandung. Sebab proses pengolahan tanpa harus memilah terlebih dahulu antara sampah organik dengan non organik.
”Peuyeumisasi lebih ke mempercepat proses karena sampah tidak hanya organik tapi bisa mix, tercampur tapi tanpa melalui proses pembakaran. Kalau kaya kompos dan biodigester itu khusus organik, jadi harus ada pemilahan,” ungkapnya.
Dengan sejumlah keunggulan itulah Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana cukup tertarik dengan metode peuyeumisasi. Terlebih, mengingat karakter sampah di Kota Bandung yang masih tercampur antara organik dan non organik ataupun sampah kering dengan basah.
”Kita mau melanjutkan program pengolahan sampah lewat peuyeumisasi. Ini salah satu metode pengolahan sampah,” ucap Yana.
Sekalipun kepincut dengan metode peuyeumisasi, namun Yana menyatakan Pemkot Bandung tetap menjajaki beragam cara pengolahan lainnya. Hal ini sudah menjadi komitmen Pemkot Bandung dalam rangka menanggulangi persoalan sampah.
”Sebetulnya kita banyak metode, ada biodigester, komposting. Ini kan salah satu. Pada prinsipnya kita coba terus mana yang lebih baik,” katanya.***