Bandung – Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Bandung, Didi Ruswandi mengungkapkan, proses pembangunan kolam retensi Gedebage sudah memasuki tahap lelang. Targetnya, kolam retensi ini rampung pada November 2019 mendatang.
“Sudah masuk proses lelang. Mudah-mudahan Juli sudah kontrak. Dalam rencana itu empat bulan pengerjaan setelah Juli berarti itu Agustus, September, Oktober, November sudah selesai,” kata Didi di Pendopo Kota Bandung, Jalan Dalem Kaum, Rabu (19/6/2019).
Didi menegaskan, pembangunan kolam retensi ini untuk mengantisipasi luapan air di perempatan Gedebage akibat aliran Sungai Cinambo Lama. Kolam yang terletak di dekat kawasan Pasar Gedebage ini akan memiliki luas sekitar 3.000 meter persegi dan berdaya tampung sekitar 9.000 kubik air.
Didi mengakui, kapasitas sungai di Kota Bandung kini semakin kecil. Dari standarisasi teknik air, drainase sungai dibuat untuk bisa mengatasi hingga siklus banjir 20 tahunan.
“Dari hasil kajian dari masterplan drainase, sungai sekarang hanya bisa menampung banjir dua tahunan. Relatif hampir semua di banjir 2-5 tahunan sudah meluap,” ujarnya.
Didi memaparkan, sebelumnya ada pakar yang menyatakan untuk mengatasi luapan air sungai di Kota Bandung ini tidak hanya cukup dengan kolam retensi saja. Sebagai solusi lainnya yakni dengan pembuatan drum pori.
Untuk itu, DPU Kota Bandung juga membuat drum pori di sejumlah titik di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cinambo serta DAS Citepus. Drum pori ini sudah terpasang di beberapa titik dengan jumlah yang mencapai puluhan unit.
“Maka kita canangkan gerakan drum pori. Salah satunya ya untuk itu (mengatasi luapan sungai). Kemarin analisa Pak Muslim dari ITB kalau dihitung, retensi dengan asumsi dua meter Bandung itu butuh 1.000 hektar kolam. Jadi sangat besar kebutuhannya, makanya kita memperbanyak drum pori,” bebernya.
Didi mengungkapkan, untuk memperbesar drainase sungai di perkotaan cukup sulit. Sehingga langkah mengantisipasi luapan air dari sungai dimasukan ke drum pori, yang juga sekaligus sebagai tempat menyimpan cadangan air.
“Justru ruangnya sangat sempit untuk itu. Kita tidak punya akses untuk memperbesar, memperdalam. Elevasinya sulit. Makanya yang paling memungkinkan ya pakai drum pori. Drum pori itu juga lebih sustain kalau musim kemarau juga cadangan airnya ada,” katanya.***