KILASBANDUNGNEWS.COM – Angka kesembuhan di Kota Bandung terus meningkat tajam. Per tanggal 16 September 2020 kemarin, dalam satu hari bertambah 64 orang. Sementara jumlah pasien sembuh mencapai 786 orang.

Koordinator Bidang Perencanaan, Data, Kajian dan Analisa Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bandung, Ahyani Raksanagara, Kamis (17 Septemnber 2020), menuturkan bahwa grafik kumulatif meninggal dunia tertahan di 52 kasus. Sehingga dari kumulatif positif sebanyak 1.020 kasus, jumlah positif aktif terus berkurang hingga kini hanya menyisakan 182 kasus.

“Mengapa kesembuhan tinggi? Karena memang diagnosanya kita lebih awal jadi belum berat dan bahkan tanpa gejala, sehingga sehat. Bahkan persentase kesembuhan di Kota Bandung sebesar 77,05 persen itu lebih besar dari Jawa Barat yaitu 54,61 persen. Bahkan nasional yaitu 71,66 persen,” ucap Ahyani.

Ia memaparkan, kecepatan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dalam melacak didukung hadirnya Laboratorium Biosafety Level 2 (BSL-2) plus menjadi faktor yang bisa menekan kasus positf Covid-19 di Kota Bandung. Kasus Covid-19 bisa terdeteksi secara dini tanpa harus muncul adanya temuan kasus yang membuat pasien kritis.

“Kita pasti menemukan karena memang Covid-19 itu harus dicari, kalau ingin dihentikan. Makanya kita polanya testing, tracing, pisahkan. Kita ingin mengurangi kematian dan meningkatkan yang sembuh,” ujarnya.

Saat ini, pelacakan di Kota Bandung melalui tes usap atau swab test telah mencapai 25.556 spesimen atau 1,03 persen dari jumlah penduduk. Sedangkan rapid test sudah dilakukan terhadap 41.843 spesimen atau 1,68 persen dari populasi Kota Bandung.

Ahyani mengungkapkan, terkendalinya Covid-19 di Kota Bandung terpantau dari positivity rate yang saat ini berada di angka 4,20 persen. Sedangkan standar orgaisasi kesehatan dunia, WHO yakni tidak lebih dari 5 persen.

“Positivity rate kalau di atas 5 persen itu bebarti kita kurang melacak. Itu jadi upaya kita pencarian kasus. Kalau angka tinggi masih kurang cakupan tesnya. Kenapa harus dicari? Karena setelah ketemu itu harus dipisahin dan diisolasi. Sehingga potensi penyebarannya berkurang,” terangnya.

Ahyani menambahkan, kecepatan menguji dan melacak membuat Kota Bandung tidak kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hanya saja keputusan harus diimbangi dengan kedisiplinan masyarakat dalam menjaga protokol kesehatan.

“Di hidup normal ini yang potensi saja yang dipisahin. Kalau lockdown itu semua dikurung. Nah ini yang dipisahkan, untuk yang berkegiatan tolong jaga kedisiplinan,” katanya.

Penanganan Covid-19 di Kota Bandung juga terpantau dari persentase jumlah keterisian fasilitas kesehatan. Dari 510 tempat tidur di 27 rumah sakit di Kota Bandung masih tersedia 283 tempat tidur.

“Kamar yang terisi itu sekarang 227 tempat tidur atau sebanyak 44,51 persen. Lampu kuning dari WHO itu kalau sudah terisi di atas 60 persen berarti sudah banyak dirawat,” dia menjelaskan.

Oleh karenanya, ungkap Ahyani, Pemerintah pusat menilai Kota Bandung masih berada di zona oranye. Karena, penilaian zona risiko ini dilakukan oleh satuan tugas penanganan covid-19 tingkat nasional.

Sebagai indikatornya, Ahyani menuturkan, bukan hanya dari temuan kasus positif ataupun angka reproduksi saja. Namun, terdapat banyak komponen penilaian yang menjadi indikator penentuan zona risiko.

“Jadi buat menentukan level atau zona risiko itu harus melihat dulu aspek epidemiologi, surveilans dan pelayanan kesehatan. Di dalamnya ada puluhan komponen. Penilaiannya itu dari pemerintah pusat,” katanya. (rls)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.