KILASBANDUNGNEWS.COM – Wali Kota Bandung Oded M Danial mengatakan kemandirian pangan di Kota Bandung segera terwujud. Indikatornya adalah semakin banyaknya program reduksi sampah dengan gerakan kurangi, pisahkan dan manfaatkan (Kang Pisman) dengan turunannya, di wilayah Kota Bandung.
Hal itu disampaikan Wali Kota Bandung, Oded M. Danial saat meresmikan kawasan urban farming berbasis pengolahan sampah organik di RW 07 Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Cicendo, Rabu (2/9/2020).
Kawasan seluas 516 meter persegi bernama Teras Hijau Project merupakan inisiasi dari dosen Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) yang sedang melakukan pengabdian kepada masyarakat.
Oded menilai, Teras Hijau Project melakukan langkah-langkah turunan dari Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan) dalam pengelolaan sampah dengan memberdayakan masyarakat.
“Teras Hijau ini di dalamnya ada urban farming dan ke depannya akan dikembangkan kepada peternakan ayam, madu. Program-program semacam ini sedang bergulir di Kota Bandung,” tutur wali kota.
Hingga saat ini, telah ada 150 RW di seluruh Kota Bandung yang mengusung konsep serupa. Meskipun cara di setiap daerah berbeda-beda. Namun gagasan yang dilakukan sama-sama bertujuan untuk ketahanan pangan sekaligus mengurangi sampah organik.
“Indikator paling pertama adalah, sudah tidak membuang sampah ke TPS,” ujar wali kota.
Dalam Teras Hijau Project, lajutnya, dikerjakan oleh masyarakat, akademisi, dan pemerintah. “Ketika kolaborasi seperti ini terjadi, maka ketahanan pangan akan tumbuh di masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Koordinator Teras Hijau Project, Melia Famiola mengatakan, kebun ini memiliki tiga fungsi. Pertama, Crowded Farming Orchestrator. Melalui fungsi ini, masyarakat bisa datang ke tempat ini membawa sampah organiknya dan diberi poin yang bisa ditukar dengan bibit, pupuk organik, kompos, dan peralatan berkebun lainnya secara cuma-cuma.
“Setelah tanamannya menghasilkan dan tidak habis dikonsumsi di rumah, juallah ke sini. Kami akan membeli dengan dengan ukuran gram, nanti kami akan mendistribusikannya ke masyarakat yang membutuhkan,” tutur Melia.
Fungsi kedua adalah, sebagai Green Technology Diffusion Assistant. Lewat kebun ini pihaknya ingin membantu para innovator menguji inovasinya, khususnya inovasi yang mendukung keberlanjutan.
“Tempat ini bisa menjadi open lab, atau laboratorium terbuka yang siapa saja bisa menggunakannya,” ucap Melia.
Ia mengaku telah lebih dari lima tahun membantu komersialisasi teknologi di ITB. Tetapi ia kerap kesulitan meyakinkan masyarakat menggunakan produk mereka walaupun gratis.
Fungsi ketiga adalah, sebagai Green Homebased Business Incubation and New Bio-Base Start Up Accelerator. Ia berharap kebun ini menjadi tempat inspirasi bagi masyarakat dan anak-anak muda untuk melahirkan bisnis baru, bisnis masa depan dengan mengolah dari tumbuh-tumbuhan. (AGU)