Bandung – Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) mencatat sekitar 436 orang meninggal dunia, luka-luka 1.353 orang, masing-masing 783 orang luka berat dan 570 orang luka ringan akibat gempa berkekuatan 7 SR yang mengguncang wilayah Nusa Tenggara Barat dan Bali pada Minggu (5/8) lalu.
Jumlah korban meninggal dunia di Kabupaten Lombok Utara 374 orang, Lombok Barat (37), Kota Mataram (9), Lombok Timur (12), Lombok Tengah (2) dan Kota Denpasar 2 orang. Sedangkan korban luka-luka paling banyak terdapat di Lombok Utara sebanyak 640 orang.
Sementara itu, jumlah pengungsi berdasarkan data dari Posko Tanggap Gempa Lombok pada Senin (13/8) sebanyak 352.793 orang dengan sebaran pengungsi terdapat di Kabupaten Lombok Utara 137.182 orang, Lombok Barat 118.818 orang, Lombok Timur 78.368 orang, dan Kota Mataram 18.368 orang.
Sedangkan dampak kerugian ekonomi akibat gempa di Nusa Tenggara Barat sangat besar. Kedeputian Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB terus melakukan perhitungan kerusakan dan kerugian akibat gempabumi di NTB, baik gempa 6,4 SR pada Minggu (29/7) maupun gempa 7 SR pada Minggu (5/8) dengan hasil sementara hitung cepat kerusakan dan kerugian akibat gempa di NTB mencapai lebih dari Rp 5,04 trilyun.
“Angka ini sementara, hanya berdasarkan basis data pada 9/8/2018 dan dipastikan dampak ekonomi lebih dari 5,04 trilyun,” ucap Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho.
Menurut Sutopo, kerusakan dan kerugian lebih dari Rp 5,04 trilyun tersebut berasal dari sektor permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial budaya, dan lintas sektor.
“Kerusakan dan kerugian terbanyak adalah sektor permukiman yang kenyataan puluhan ribu rumah penduduk rusak berat, bahkan banyak yang rata dengan tanah,” katanya.
Secara wilayah, kerusakan dan kerugian akibat gempa di NTB paling banyak adalah di Kabupaten Lombok Utara yang mencapai lebih dari Rp 2,7 trilyun, Kabupaten Lombok Barat Rp 1,5 trilyun, Lombok Timur Rp 417,3 milyar, Lombok Tengah Rp 174,4 milyar dan Kota Mataram Rp 242,1 milyar. Sedangkan dampak kerusakan dan kerugian ekonomi di Bali masih dilakukan perhitungan.***
Suparno Hadisaputro/ LPS PRSSNI Bandung