KILASBANDUNGNEWS.COM – Komisi X DPR RI Ledia Hanifa membenarkan bahwa jalur rempah saat ini tengah diusulkan menjadi warisan budaya dunia tak benda.

Karena menurut pandangan Ledia dimaknai dari sejak jaman dulu negara kita dijajah, negara asing saling berrebut mengeruk rempah kita.

“Ini kerjasama dengan kementrian pendidikan dan kebudayaan, khususnya dirjen kebudayaan. Mereka punya program jalur rempah terus kemudian ada program desa kebudayan yang harus terus disosilisasikan. Nah satu proyek besarnya adalah kebudyaan yakni jalur rempah jadi heritage masuk ke Unesco,” jelas Ledia ditemui di sosialisasi Jalur Rempah dan Pemajuan Desa Kebudayaan di Kota Bandung, Kamis (28/12/2023).

Untuk masuk Unesco tersebut harus menyiapkannya semua kekayaan akan kebudayan, kesenian, dan kuliner yang memiliki sejarah terutama rempah yang bermacam-macem tidak bisa masuk list Unesco kalau tidak terus dikembangkan oleh daerah terlintas jalur rempah itu.

“Kita punya nenek moyong sama tapi menghasilkan kekayaan budaya yang berbeda baik itu di Indonesia maupun jalur rempah lain, nah ini harusnya jadi perdagangan wisata dan sebagainya, tetapi kita sudaj memulai dibeberapa titik ya,” pungkasnya.

Target masuk Unesco sendiri kata Ledia, tahun depan 2024 dan saai ini masih proses bertahap.

“Masuk list sudah tapi bagaimana kesiapan kita jangan sampai sudah masuk tidak dijaga ya dicabut lagi,” ucap politisi PKS ini seraya menyampaikan yang hadir sosialisasi ini adalah aktivis masyarakat yang akan menyosialisasikan Kota Bandung dan Kota Cimahi.

Kendati dua kota ini menjadi tempat peristirahan dan militer, namun kata Ledia keduanya erat kaitannya dengan jalur rempah tersebut.

Ditambahkan pakar sekaligus dosen ISBI Prof. Dr. Arthur S Nalan. M.Hum bahwa menjaga jalur rempah ini harus punya komitmen bersama.

Pasalnya untuk masuk warisan budaya, beberapa kegiatan di BRIN sudah melakukan proses perencanaan termasuk jalur rempah ini.

“Mereka lakukan riset, seminar internasional, juga desa budaya. Dan di Bandung dan Cimahi belum, maka kita mencoba melakukan dari sisi pendekatan akademis atau aplikasi di desa budaya. Yang sudah itu Garut selatan, Kabupaten Cirebon itu sudah dikembangkan,” ucapnya.

Jalur rempah sendiri kata dia harus terus disosialisasikan terus menurus terlebih warisan dunia tak benda itu cakupan luas. Karena sebetulnya juga harus disinergikan dengan Par Ekraf (Pariwisata Ekonomi Kreatif).

“Karena mereka punya wilayah potensi ekonomi kreatif kuat hasil dari kebudayan jalur rempah maka targetnya mungkin secara bertahap contoh saya pernah juga di angklung, wayang, pencak, jamu. Dan jamu itu sebetulnya bagian kecil hasil rempah tapi lebih dulu karena data lebih lengkap, riset lebih memungkinkan jadi komoditi sebagai bagian risetnya lebih kuat,” tegasnya.

Sementara itu Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX Direktorat Jendral Kebudayaan Kemendikbudristek Dwi Ratna Nurhajarini menyampaikan bahwa sebenarnya jalur rempah proses masuk list Unesco sudah sejak 2019 dan 2024 memang rencana targetnya masuk.

“Pak dirjen bilang perlu dukungan riset yang banyak dan koperhensif tidak melulu jumlah tapi dukungan semua pihak. Harapannya disisa 2023 sampai awal 2024 ada kajian akademis terkait peradaban muncul sepanjang jalur rempah berikut produsen rempah,” jelasnya.

Jalur rempah tidak ada dipantai namun ada di pedalaman, karenanya gabungan pedalaman pantai dan jalur maritim membuat banyak hal bisa diangkat atau kolaborasi, gotong royong.

“Kami tunggu itu dan akan kami daftarkan. Biasanya sidang penetapan itu di dua bulan akhir tahun tetapi awal sudah harus didaftarkan, seperti kemarin jamu walaupun beda domain tetapi proses sidang jamu masuk berakhir di tok di Desember,” pungkasnya

Dwi pun menyampaikan harapannya jalur rempah ini tidak ada kendala sehingga bisa berjalan lancar sampai sidang penetapan.

“Seperti reog sejak tahun berapa ya masuk belum bisa lolos, sekarang banyak dipersiapkan. Yang reog risetnya kuat tetapi masih ada masalah waktu itu dianggap berbahan bulu hewan tapi sudah klarifikasi bulu itu tidak dicabut tidak membunuh tetapi dari rontokan burung merak karena kita ada penangkaran,” tandasnya. (EVY)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.