KILASBANDUNGNEWS.COM – Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jawa Barat saat ini menerapkan prinsip hati-hati dalam pelaksanaan kegiatan belajar tatap muka dimana keselamatan dan kesehatan peserta didik menjadi prioritas.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jabar Dedi Supandi mengatakan, teritorial pelaksanaan kegiatan belajar tatap muka SMA/SMK/SLB direduksi dari skala kabupaten/kota menjadi tingkat kecamatan, dimana per 5 Agustus 2020, terdapat 228 kecamatan di Jabar berstatus zona hijau.
“Tidak semua sekolah yang berada di 228 kecamatan dapat menggelar kegiatan belajar tatap muka karena ada sejumlah daftar ceklis periksa yang harus dipenuhi,” kata Dedi, kepada wartawan di GOR Saparua, Jumat (7/8/2020).
Dedi mengaku, pihaknya sudah membuat indikator-indikator pelaksanaan kegiatan belajar tatap muka, dimana sekolah harus berada di zona hijau dan kegiatan belajar tatap muka diutamakan bagi siswa yang bertempat tinggal di wilayah dengan jaringan internet tidak mumpuni ataupun blank spot.
“Khusus SMK, kegiatan belajar tatap muka akan diisi dengan pelajaran yang sifatnya praktik. Karena untuk mendapatkan sertifikat keahlian harus ditempuh dengan praktik, dan praktik bisa ditempuh dengan tatap muka,” ujarnya.
Dedi menyatakan, tidak semua guru dapat terlibat dalam kegiatan belajar tatap muka, guru yang berusia di bawah 45 dan tidak mengidap penyakit penyerta (comorbid) yang dapat mengajar selama pandemi Covid-19.
“Sebelum kegiatan belajar tatap muka dimulai, guru yang memenuhi klasifikasi akan menjalani rapid test atau swab test, tujuannya memastikan guru dalam kondisi sehat,” imbuhnya.
Dedi menambahkan, dari 228 kecamatan yang sudah dilakukan verifikasi,belum semuanya dikatakan pasti mengadakan kegiatan belajar tatap muka dan sekolah yang berada di zona hijau harus lebih dulu mengajukan kesiapan pembelajaran tatap muka yang pengajuannya diserahkan kepada Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Jabar.
“Pengawas dari Kantor Cabang Pendidikan Wilayah Jabar akan mengecek indikator-indikator kegiatan tatap muka yang harus dipenuhi sekolah. Rekomendasi dari pengawas akan diteruskan ke Gugus Tugas Kabupaten/Kota. Nanti Gugus Tugas Kabupaten/Kota meninjau ulang protokol kesehatan di sekolah,” tuturnya.
Dedi mengharapkan, pihak sekolah membentuk Satuan Tugas (Satgas) dan melakukan kerja sama dengan Puskesmas dengan waktu kegiatan belajar dibatasi 4 jam serta menyediakan tempat cuci tangan termasuk izin dari orang tua.
“Sekolah harus membagi rombongan belajar atau sif karena maksimal 18 peserta didik per kelas. Pola pembelajaran, kata ia, akan menerapkan blended learning atau mengombinasikan kegiatan belajar tatap muka dengan daring. Misal minggu ini kelas 10, minggu depan kelas 11, minggu depannya lagi kelas 12 yang sekolah tatap muka. Minggu ini tatap muka, minggu depan daring lagi,” jelasnya. (Parno)