Logo HJKB Ke-209

Bandung – Menginjak usia 209 tahun, Kota Bandung punya banyak cerita untuk dikisahkan. Berbagai peristiwa, mulai dari pemindahan ibu kota dari Krapyak ke pusat Kota Bandung sekarang, Bandung Lautan Api, Konferensi Asia Afrika, hingga Bandung Smart City menjadi sejarah yang tak bisa terhapuskan.

Sedari dulu, Bandung telah menjadi “melting pot” dari sebuah percampuran budaya dari seantero Nusantara. Berbagai suku, bangsa, budaya, dan agama berbaur dan hidup berdampingan menciptakan karakter budaya baru, budaya urang Bandung yang peduli, toleran, kreatif, dan penuh semangat.

Menurut Kepala Bagian Humas Setda Kota Bandung Sony Teguh Prasatya, karakter itulah yang kemudian “menciptakan” Bandung.

Itulah yang ingin disampaikan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dalam balutan slogan Hari Jadi Kota Bandung (HJKB) “Bandung Nu Urang”. Slogan tersebut mulai ramai disebarkan melalui tagar-tagar di media sosial menjelang HUT Bandung yang jatuh pada 25 September.

Sony menuturkan, slogan itu menjadi penguat bahwa kota ini hidup dari semangat kepedulian dan solidaritas warganya.

“Melalui slogan itu, Pemkot Bandung ingin mengingatkan bahwasanya kota ini hidup dari semangat warganya. Maka segala kelebihan dan kekurangan kota ini adalah milik kita bersama. Kami ingin mengajak warga Bandung terus berkontribusi kepada kota ini,” ucapnya di Balai Kota Bandung, Rabu (11/9/2019).

Sony membeberkan, progam-program Pemkot Bandung hari ini lebih banyak melibatkan warganya sendiri. Salah satu contohnya adalah Kang Pisman (kurangi, pisahkan, dan manfaatkan sampah) yang menjadi gerakan bersama untuk menyelamatkan kota dari bom waktu bernama sampah.

Ada pula drumpori, yang mengajak masyarakat untuk bersama-sama menanam air hujan agar tak kering saat kemarau dan tak banjir di kala musim hujan.

Pemkot Bandung juga mengajak warganya untuk bersama-sama memerangi sanitasi yang buruk untuk mencapai Open Defecation Free (ODF), atau bebas buang air sembarangan. Gerakan ini menjaga agar sungai tidak menjadi septic tank raksasa dan warga bisa memiliki sanitasi yang sehat dan layak.

“Program-program itu hanya bisa berhasil jika dilakukan bersama-sama seluruh masyarakat, dari warga untuk warga. Karena kota ini milik kita,” ujar Sony.

Slogan Bandung Nu Urang diselaraskan dengan karakter yang tercermin dalam logo HJKB tahun ini. Logo berupa angka 209 yang dilukis tanpa sudut itu merepresentasikan lika-liku perjalanan Kota Bandung yang amat berwarna, pun memberikan warna bagi warganya.

“Bandung ini selain kota metropolitan yang diisi oleh beragam ras, suku, dan golongan. Kota Bandung juga ibu kota solidaritas Asia Afrika yang mempersatukan berbagai bangsa dan ras di dunia dengan semangat perdamaian dan kemerdekaan,” jelas Sony.

“Pemkot Bandung melihat Bandung harus menjadi kota terdepan dalam menggiring toleransi kesatuan dan persatuan. Maka kita memperlihatkan Bandung kota toleran dan hidup berdampingan dengan beragam suku, agama dan budaya,” tambahnya.

Karakter Bandung yang ramah dan sejuk tergambar dalam Bunga Patrakomala dan Burung Cangkurileung. Keduanya merupakan flora dan fauna khas Kota Bandung yang ingin diperkenalkan kembali oleh pemerintah.

Sony menyatakan, kedua ikon tersebut juga melambangkan komitmen Pemkot Bandung untuk mewujudkan visi Kota Bandung.

“Cangkurileung dan Patrakomala melambangkan keramahan, kreativitas dan semagat dalam kehidupan. Itu pula yang diwujudkan dengan segala lika-liku dan warna di dalamnya, segala keragaman ras suku dan golongan, dibalut kerukunan dan kekuatan,” kata Sony.

“Pemkot Bandung akan selalu berkomitmen dengan inovasi, kreativitas dan semangat kolaborasi dalam membangun kota ini, mewujudkan Bandung yang unggul, nyaman, sejahtera, dan agamis,” imbuhnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.