KILASBANDUNGNEWS.COM – Penghapusan Zero Covid Policy oleh Tiongkok menjadi angin segar bagi pertumbuhan ekonomi global. Dengan penerapan kebijakan tersebut, permintaan domestik Tiongkok diprakirakan semakin kuat dan mendukung perbaikan gangguan rantai pasokan global.

Sebagai implikasi, penghapusan kebijakan tersebut berpotensi mulai menekan penurunan inflasi global secara gradual. Kondisi tersebut juga diprakirakan akan mendorong kebijakan moneter ketat di negara maju mendekati titik puncaknya. Melihat beberapa perkembangan ekonomi global terkini tersebut, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global berpotensi tumbuh lebih tinggi dari perkiraan 2,3% sebelumnya.

Di sisi domestik, Bank Indonesia juga memprakirakan pengaruh positif perbaikan ekonomi Tiongkok berpotensi mendorong kinerja ekspor di tahun 2023. Kondisi tersebut semakin melengkapi kinerja konsumsi rumah tangga yang juga diprakirakan meningkat lebih kuat pasca pencabutan kebijakan PPKM. Sehingga berbagai prakiraan penguatan tersebut diprakirakan akan menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang akan cenderung bias atas dalam kisaran 4,5-5,3%.

Guna memastikan inflasi inti tetap berada di kisaran 3,0±1% pada semester I 2023 dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali ke dalam sasaran 3,0±1% pada semester II 2023, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Februari 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00% dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%. Keputusan ini tetap konsisten dengan stance kebijakan moneter pre-emptive dan forward looking untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan, guna menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, Bank Indonesia juga terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan sebagai berikut:

1. Memperkuat operasi moneter untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter;

2. Memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi, terutama imported inflation, melalui intervensi di pasar valas dengan transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder;

3. Melanjutkan twist operation melalui penjualan SBN di pasar sekunder untuk tenor pendek guna meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN khususnya bagi masuknya investor portofolio asing dalam rangka memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah;

4. Memperkuat pengelolaan devisa hasil ekspor melalui implementasi instrumen operasi moneter valas DHE berupa term deposit (TD) valas DHE sebagai instrumen penempatan DHE oleh eksportir melalui bank kepada Bank Indonesia sesuai dengan mekanisme pasar mulai berlaku per 1 Maret 2023;

5. Melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan fokus kepada dampak suku bunga kebijakan terhadap suku bunga kredit investasi dan kredit modal kerja;

6. Memperkuat kebijakan digitalisasi sistem pembayaran melalui: (i) perluasan QRIS, BI FAST, digitalisasi Bansos, transaksi keuangan Pemda, dan moda transportasi untuk mendukung peningkatan konsumsi masyarakat guna mendorong pertumbuhan ekonomi, dan (ii) peningkatan transaksi pembayaran cross-border melalui kerja sama QRIS dan interkoneksi sistem pembayaran antarnegara;

7. Memperkuat kerja sama internasional dengan memperluas kerja sama dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya, serta memfasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait. Selain itu, Bank Indonesia melanjutkan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait untuk menyukseskan Keketuaan ASEAN 2023, khususnya melalui jalur keuangan.

Sejalan dengan nasional, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2023 juga diprakirakan akan tetap tumbuh positif seiring dengan perbaikan konsumsi rumah tangga dan berlanjutnya ekspor dan realisasi investasi. Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat berada dalam rentang 4,7%-5,5%.

Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat Erwin Gunawan Hutapea, prakiraan tersebut, juga didukung dengan realisasi inflasi Jawa Barat yang mulai turun secara perlahan. Pada Januari 2023, inflasi Jawa Barat tercatat sebesar 0,47% (mtm), lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 0,74% (mtm).

“Guna semakin mendukung tren penurunan tekanan inflasi Jawa Barat ke depan, Bank Indonesia Jawa Barat juga secara aktif bersinergi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kab/Kota se-Jawa Barat dalam kerangka TPID, serta dengan stakeholders terkait seperti BULOG, dalam berbagai aksi nyata Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) seperti gelaran Operasi Pasar komoditas beras medium di Kota Bandung pada Selasa (14/02/2023),” jelasnya.

Selanjutnya, dalam rangka memperkuat stimulus menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat, terdapat beberapa rekomendasi kebijakan diantaranya:

1. Menjaga tingkat inflasi dan ketersediaan pasokan melalui program Operasi Pasar dan KAD;

2. Menjaga daya beli masyarakat termasuk petani dengan mendukung pembiayaan, kemudahan, hingga program pengaman sosial;

3. Mendorong investasi termasuk pembangunan infrastruktur dengan menggalakkan promosi investasi;

4. Menjaga kinerja industri, khususnya industri padat karya sebagai sumber pertumbuhan ekonomi;

5. Menjaga tingkat pengangguran masyarakat dengan menciptakan lapangan kerja; dan

6. Perlunya mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru dengan mengoptimalkan peran UMKM dan ekonomi syariah melalui pembiayaan sektor keuangan terutama perbankan yang didukung oleh program penjaminan kredit. (Parno)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.