KILASBANDUNGNEWS.COM – Center of Reform on Economics (CORE) memperkirakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga berisiko kian melemah. Kondisi itu tak lepas dari berbagai kebijakan pemerintah yang menggerus daya beli masyarakat, salah satunya pemangkasan subsidi.
“Sejumlah indikator konsumsi masyarakat mulai menunjukkan perlambatan konsumsi yang sangat signifikan,” ujar Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal dalam seminar Economic Outlook di Jakarta, Rabu (20/11).
Pelemahan konsumsi sudah dari perlambatan pertumbuhan indeks penjualan riil. Bank Indonesia (BI) mencatat indeks penjualan riil pada kuartal III 2019 hanya tumbuh 1,4 persen. Padahal, pada kuartal I dan II, laju masing-masing masih 9,4 persen dan 4,2 persen.
“Pertumbuhan kendaraan bermotor sepanjang tahun ini malah kontraksi dibanding tahun lalu,” ujarnya seperti dilansir CNN Indonesia, Kamis (21/11/2019).
Menurut Faisal, rencana penghapusan subsidi energi akan mendorong inflasi sehingga mengerek biaya hidup masyarakat.
Tahun depan, pemerintah memang akan memangkas subsidi listrik bagi golongan 900 VA bagi rumah tangga mampu, subsidi solar 50 persen dari Rp2 ribu per liter menjadi Rp1 ribu per liter dan subsidi LPG 3 kg sebesar 22 persen dari Rp69,6 miliar pada 2019 menjadi Rp54,4 miliar.
Selain itu, kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen untuk pelanggan kategori bukan penerima bantuan iuran juga akan meningkatkan pengeluaran untuk pelayanan kesehatan bagi 41 persen dari total pelanggan BPJS.
Tak hanya itu, kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen pada Januari 2020 mendatang juga akan berkontribusi secara signifikan terhadap inflasi pangan bergejolak. Sesuai proyeksi pemerintah, kenaikan cukai rokok berpotensi meningkatkan harga eceran rokok hingga 35 persen.
Faisal mengingatkan, berdasarkan data 2016, jumlah perokok di Indonesia mencapai 34 persen dari total penduduk Indonesia.
“Apalagi, bagi masyarakat berpendapatan bawah, rokok adalah salah satu barang yang paling banyak dikonsumsi setelah beras,” ujarnya.***